ANNYEONG HASSEO, WELLCOME to ELDA's World

Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Selasa, 14 April 2015

CERBUNG : Touch My Smartphone (Bag. 1)



Touch My Smartphone

@ Luxyus Corporation
Xiang Lin, seorang gadis yang baru menginjak 23 tahun ini terlihat sibuk keluar masuk ruangan CEO dengan membawa setumpuk kertas yang siap diedarkan untuk rapat hari ini. Penurunan saham Luxyus Corporation (LC), perusahaan dengan brand handphone yang sangat terkenal milik sang kakek, membuatknya ekstra sibuk dan ekstra pusing. Bagaimana tidak, penurunan saham itu hanya karena sang pewaris utama yaitu kakak Xiangg Lin, Xiao Cheng, membatalkan perjodohan dengan putri tunggal salah seorang pemegang saham terbesar di perusahaannya. Xiao Cheng yang menjabat sebagai CEO tak mau ambil pusing dengan hal ini. Dan dia berjanji pada kakeknya akan menaikkan saham perusahaan tanpa harus ada perjodohan-perjodohan.
“Seperti yang kalian ketahui, penurunan saham hingga 12% ini bukanlah hal yang sepele. Untuk itu, demi meningkatkan kembali saham perusahaan, maka kita akan tingkatkan kerja sama dengan investor asing. Kita akan meningkatkan omset penjualan dengan melakukan promosi dan launching brand bukan hanya di Taiwan, tetapi juga di luar negeri. Apakah ada yang ingin berpendapat lain?” Xiao Cheng, CEO muda dengan intelegensi luar biasa, kharisma tiada tanding, wajah sekelas aktor Taiwan ternama, dan yang lebih penting lagi dia single. Namun sayang, sikap dingin dan hemat bicaranya itu membuat orang-orang disekelilingnya akan berpikir dua kali untuk berbicara dengannya, kecuali jika benar-benar penting.
Kembali ke permasalahan utama tadi, para peserta rapat yang duduk melingkari meja persegi panjang di ruang rapat mulai berdiskusi dengan rekan-rekan yang duduk bersebelahan. Tampak sang kakek yang duduk di antara peserta rapat memejamkan mata, memikirkan dengan jeli ide yang telah dilontarkan oleh cucu kesayangannya itu.
“Itu ide yang bagus. Kita bisa mengadakan acara pameran dan pemasangan iklan di beberapa negara untuk memperkenalkan brand kita. Bukankah handphone keluran terbaru kita akan segera rilis, kita bisa memulainya dengan mempromosikan itu.” Xiangg Lin berpendapat dengan antusias. Dia memegang pulpen berwarna ungu yang ujungnya di tempelkan ke dagu, itu kebiasaannya ketika berfikir. Dan itu membuatnya terlihat menggemaskan.
Sifat Xiangg Lin merupakan kebalikan dari sang kakak. Dia sangat ekspresif, periang, dan ceroboh. Meskipun begitu, dia juga memiliki intelegensi yang tak begitu jauh dari kakaknya. Wajahnya juga tak kalah menawan, kulit seputih susu, rambut curly panjang kecoklatan lengkap dengan poni, dan style yang girly. Jika bukan karena paksaan sang kakek untuk ikut membantu kakaknya mengurus perusahaan, mungkin sekarang dia sudah menjadi model terkenal.
“Memasarkan produk kita keluar negeri memang terdengar sangat meyakinkan. Tapi tidak akan semudah itu kita bisa memasuki pasar asing, memang brand kita mampu bersaing dengan merek dunia lainnya, tapi kita memerlukan artis internasional yang menjual dan menarik minat di pasaran dunia.” Pendeseign handphone muda berbakat, Hwang Fei, juga ikut menyuarakan usulannya. Sekilas tentang wanita muda ini, dia adalah designer handphone jebolan Amerika dengan prestasi terbaik sepanjang kariernya. Sangat feminim, dewasa, fashionable, dan merupakan designer handphone utama di perusahaan tersebut. Usut punya usut, si cantik jelita ini diam-diam jatuh cinta pada Xiao Cheng, yang kerap kali mengacuhkannya ketika dirinya memberi perhatian lebih. Pernah suatu ketika Hwag Fei membawakan bluberry muffin buatannya, tapi Xiao Cheng malah memberikan pada salah satu karyawan yang saat itu mengantarkan berkas-berkas ke ruangannya. Padahal menurut penuturan Xiang Lin, bluberry muffin adalah makanan yang paling disukai Xiao Cheng. Xiang Lin sangat mengidolakan seniornya yang satu ini, dia juga merekomendasikan wanita ini untuk menjadi kakak iparnya.
Laki-laki yang duduk di bagian paling pojok mengangkat tangannya. “Soal siapa artis yang akan kita ajak bekerja sama, kalian bisa menyerahkannya perancang sistem penjualan. Aku tahu beberapa artis internasional yang popularitasnya sedang naik saat ini.”
Xiao Cheng tersenyum tipis. “Baiklah, sudah diputuskan kita akan melakukan promosi ini bersama dengan dirilisnya produk terbaru dari Luxyus. Aku harap kalian semua bekerja dengan maksimal selama dua minggu ini. Terimakasih.” Segera setelah itu, Xiao Cheng meninggalkan ruang rapat diikuti oleh beberapa staf dan karyawan.

Setelah berada cukup jauh dari ruang rapat, Xiang Lin dan Xiao Cheng dihadapkan pada kakek mereka.
 “Jika rencana ini tidak berhasil, kakek harap kalian punya rencana B.”
“Rencana B? Apa harus ada rencana B?” Tanya Xiang Lin polos.
“Tentu saja, Xiang.” Kakek mencubit pipi Xiang Lin gemas.
“Sudah aku duga kalian tidak punya rencana B. kalau begitu kakek yang akan tentukan rencana B.” Xiang Lin mendengarkan kelanjutannya dengan penasaran, sedangkan Xiao Cheng hanya memandang ke arah lain dengan acuh tak acuh.
“Rencana B kakek adalah aku akan menjodohkanmu dengan putra teman lama kakek yang sekarang mengembangkan perusahaannya di China. Dan aku rasa dia teman kecilmu yang sekarang jadi artis itu. Ah kakek lupa siapa namanya.”
Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh kakeknya, Xiao Cheng menoleh cepat. Dia menatap kakeknya tajam.
“Maksud kakek, Alan Luo? Aku tidak mau dengannya!”
Baru saja hendak buka mulut untuk menjawab, Xiao Chen langsung memotong dengan ucapannya yang tegas.
“Tidak ada yang akan dijodohkan.” Tatapan tajam Xiao Cheng berhasil membuat kakeknya bungkam.
“Jangan khawatir, omset akan naik dan saham akan kembali.” Sedetik kemudian Xiao Cheng berlalu meninggalkan mereka berdua.
“Anak itu benar-benar.” Gerutu kakek.
“Apa kakek meragukan kemampuan kakak?”
“Tentu saja tidak.”
“Lalu, kenapa kakek selalu menginginkan perjodohan?”
“Karena kakek merasa itu adalah yang terbaik untuk masa depan kalian.”
“Mungkin juga tidak. Mungkin kakak sudah menyukai gadis lain, makanya dia selalu menolak perjodohan yang kakek berikan untuknya.”
Kakek Xiang Lin terdiam sejenak. “Mungkin…” pikirannya gamang.

Suasana di luar gedung LC digemparkan oleh sebuah Lykan Hypersport berwarna merah yang baru saja berhenti tepat di depan gerbang utama diikuti dengan beberapa mobil pribadi dibelakangnya. Kegemparan terjadi bukan karena mobil mewah besutan Timur Tengah seharga US$3,4 juta dengan predikat mobil tercepat itu mampir di perusahaan, melainkan karena si pengemudinya yang membuat banyak sekali gadis-gadis belia membawa spanduk bak orang demo dengan tulisan warna-warni dan foto ukuran besar dari si empunya mobil. Gadis-gadis ini memang sudah menunggu kedatangan artis idola mereka.
Tak lama kemudian kaca bagian kemudi terbuka perlahan, menampilkan wajah tampan dengan kaca mata hitam yang membuat penampilannya sangat modis.
“Show Luo!”
“Aku mencintaimu.”
“Show Luo, menikahlah denganku.”
Teriakan-teriakan para gadis yang seolah kesetanan membahana di mana-mana. Para security kewalahan untuk mengatasi kehebohan dari para fans Show Luo.
Show Luo melambaikan tangannya tinggi-tinggi sambil memamerkan senyum menawan yang mampu membuat para gadis pingsan di tempat. Untuk hanya sekedar berbasa-basi dengan para fans yang sudah menyambutnya. Hingga beberapa detik kemudian, mobil itu kembali melaju memasuki area perusahaan. Meninggalkan para fansnya yang jeritannya semakin menjadi-jadi.
Tidak berbeda dengan suasana di luar, suasana di depan pintu utama juga sama hebohnya. Tapi kali ini bukan oleh para fans, melainkan wartawan. Para wartawan membuat kerumunan dengan blits kamera yang siap berkilat sepanjang waktu, dan cecaran bertanyaan yang berdengung bagai lebah keluar dari sarangnya.
Kali ini bodyguard pribadi Show Luo yang turun tangan untuk menjaga artisnya ini dari serbuan wartawan.
“Ckrek…”
“Ckrek.”
“Show Luo, ceritakan sedikit tentang kesuksesanmu di Hollywood.”
“Apakah kau punya rencana untuk bermain beberapa film atau melakukan konser di Taiwan selain menjadi model iklan di perusahaan ini?”
Semua pertanyaan yang dilontarkan oleh para wartawan hanya ditanggapi dengan senyuman olehnya, hingga dia masuk ke dalam perusahaan tersebut. Ditemani oleh asisten pribadi dan managernya, Show Luo menyusuri gedung hingga sampai diruangan yang ia tuju. Sepanjang itu, mata karyawan tak henti-hentinya memandang terutama para wanita yang heboh sendiri sambil stand by handphone di tangan mereka.
Hari ini dia akan melakukan diskusi dengan pihak perusahaan dan menandatangani kontrak kerjasama. Meskipun sebenarnya dia tidak perlu repot-repot untuk datang karena diskusi bisa dilakukan dengan managernya, dan tanda tangan kontrak bisa dia lakukan di gedung agensinya yang berada di Taiwan. Tapi entah kenapa kali ini dia bersikeras sekali.
“Bagaimana kabarmu, Show Luo? Apakah perjalanannya menyenangkan?” Tuan Chan selaku kordinator pemasaran dengan ekstra hati-hati menyambut. Ini pertama kalinya dia bertemu langsung dengan artis kelas dunia, jadi dia agak gugup, meskipun sebelumnya dia telah mempersiapkan beberapa dialog dan mewanti-wanti semua anggotanya untuk bersikap baik kepada tamu agungnya itu. Mengingat Show Luo adalah ujung tombak dari promosi kali ini.
“Kau terlihat …luar biasa.”
“Tentu. Aku selalu luar biasa. Cepat berikan kontraknya agar bisa segera ku tandatangani. Tidak mungkinkan aku seharian disini?” Show Luo melepas kacamatanya, menyunggingkan seberkas senyum kepada tuan Chan.
“O… ba-baiklah. Akan segera ku siapkan.”
Tuan Chan bergegas mengambil beberapa kertas di meja kerjanya, lalu menyerahkan pada Show Luo. Tak perlu membaca, Show Luo hanya perlu mengamatinya sekilas lalu dengan segera membubuhkan tanda tangannya. Tapi belum sempat ujung pulpennya menyentuh kertas, ada seseorang yang tiba-tiba menyembulkan dirinya dari balik pintu.
“Nona Xiang…” Suara tuan Chan membuatnya menoleh seketika.
“Aku ingin mengambil deseign milik kak Hwang Fei yang baru di promosikan kemarin.” Tanpa menggubris manusia tampan yang duduk di kursi tamu ruangan tuan Chan, Xiang Lin langsung saja nyelonong masuk ke dalam ruangan.
“Xiang Lin?”
“Iya.” Spontan Xiang Lin menoleh ke arah sumber suara yang tadi memanggil namanya. Sedetik kemudian dirinya kaget melihat laki-laki duduk bersila di hadapannya.
“Alan Luo?” Matanya membulat, tak percaya jika dia akan bertemu dengan teman kecilnya yang sudah menjadi artis top setelah kejadian waktu itu.
“Jangan memanggilku dengan nama itu lagi. Aku sudah menggantinya dengan yang lebih keren. Show Luo.” Dia menekankan kalimat terakhir yang menyebutkan nama artisnya. Wajah Xiang Lin berubah jengkel. Sifatnya tidak berubah sama sekali, masih menyebalkan seperti dulu.
“Tidak mungkin, kalian berdua saling mengenal?” Tuan Chan menatap mereka bergantian, tidak percaya.
Xiang Lin menatap malas, dia tidak mau menggubris kalimat menjengkelkan yang keluar dari mulut Show Luo maupun pertanyaan tuan Chan. Dan langsung mengambil map merah yang tergeletak di meja kerja Tuan Chan.
“Aku permisi dulu.” Pamit Xiang Lin setelah menemukan apa yang dicarinya. Dia tidak mau berlama-lama di dekat orang yang membuatnya trauma masuk sekolah. Tapi baru saja kakinya maju dua langkah, Show Luo langsung berdiri dan menahan tangannya.
“Jadi ini sambutan darimu setelah 10 tahun kita tidak bertemu?” Ada nada sendu yang tersimpan dalam ucapan Show Luo tersebut.
Tuan Chan, asisten dan manager Show Luo yang juga ada di ruangan itu berdehem seraya memalingkan wajah mereka yang sedari tadi menatap dua insan ini dengan pandangan penasaran dan terus berfikir kira-kira ada hubungan apa antara Show Luo dan Xiang Lin.
“Aku rasa, aku tidak perlu menyambutmu.” Xiang Lin berusaha melepaskan genggaman tangan Show Luo, tapi hasilnya nihil. Show Luo malah semakin mengeratkan genggamannya pada pergelangan tangan Xiang Lin, membuat pemilik tangan mungil ini sedikit meringis.
Show Luo tersenyum miring. Sekelebat ide muncul di otaknya. Sedetik kemudian genggamannya melonggar, membuat Xiang Lin dengan mudah meloloskan tangannya yang sedari tadi ditahan Show Luo.
“Baik. Pergilah jika kau ingin pergi, tapi jangan harap aku akan tanda tangan kontrak dengan perusahaan ini. Aku sudah dengar banyak hal tentang keadaan Luxyus Corporation, jadi aku tidak akan peduli dengan apa yang akan terjadi pada perusahaan ini nantinya.” Perkataan Show Luo yang enteng itu sontak membuat Xiang Lin tercengang. Kalau sudah begini apa lagi yang bisa ia lakukan.
“Tunggu dulu. Tidak bisa begitu. Apa hanya karena hal sepele lalu kau akan membataklan kontrak begitu saja?” Tuan Chan gelagapan mendengar apa yang baru saja dikatakan Show Luo.
“Sudah tidak ada lagi yang kita lakukan disini. Ayo pergi.” Dengan wajah bingung, asisten dan manager tergesa-gesa mengangkat tas jinjing dan perlengkapan milik Show Luo.
“Tenang saja…” Tuan Chan menghadang Show Luo yang menuju ambang pintu.
“Aku pastikan nona muda Xiang ini akan memperlakukan anda dengan baik.” Tuan Chan mengedipkan sebelah matanya pada Xiang Lin.
 “Benarkah?”
“Huh…”
Xiang Lin memelototi tuan Chan, “Kau saja yang memperlakukannya dengan baik.” Batinnya.
“Aku baru akan menandatangani kontrak setelah nona muda ini berjanji akan pergi makan malam denganku saat pemotretan selesai.”
“Tentu saja.” Tuan Chan tertawa renyah. Xiang Lin ingin menyangkal, tapi tuan Chan sudah menatapnya horor sambil berkomat-kamit mengeluarkan ancamannya yang terlihat seperti mantra-mantra.
Tak berapa lama kemudian Show Luo duduk dan memegang pena, kali ini pena yang dipegangnya sudah berhasil menorehkan coretan berupa tanda tangan. Senyum puas tak henti-hentinya mengembang, bukan karena dia telah bekerja sama dengan Luxyus Corporation, tapi karena keinginan untuk kembali mendekati cinta pertamanya terwujud sudah.
Xiang Lin merasa jengah. Dia menghentakkan kakinya kesal, lalu bergegas pergi meninggalkan Show Luo yang terus meneriakinya panjang lebar. Kalimat terakhir yang ditangkap oleh telinganya adalah, “Jangan lupa untuk berdandan dengan cantik, agar tidak ketimpangan jika berjalan bersama ku.” Kalimat itu membuat telinganya gatal. Dari dulu hingga sekarang ada satu sifatnya yang tidak pernah hilang. Dia suka sekali menyombongkan harta, popularitas dan ketampanan. Sempat dulu Xiang Lin berfikir bahwa dia adalah seorang cassanova kelas atas, melihat tingkahnya yang seperti Go Joon Pyo versi playboy.
“Aduh.”
Xiang Lin berjalan terlalu cepat sehingga tidak memperhatikan laki-laki sedang berjalan berlawanan arah dengannya yang kini dia ditabrak.
“Ceroboh sekali.” Suara berat laki-laki yang ditabraknya terdengar tidak asing.
“Ka-Kakak.”
“Tidak perlu terkejut seperti itu. kembalilah keruanganmu, dan segera persiapkan materi presentasi.” Xiao Cheng tersenyum lembut kepada adiknya, dan kemudian berlalu pergi.
Jika dimata orang-orang dan bahkan kakeknya, Xiao Cheng adalah sosok yang dingin dan angkuh, namun dimata Xiang Lin, kakaknya ini adalah orang yang hangat setelah kematian kedua orang tua mereka.
“Kenapa lama sekali?” Hwang Fei menghampiri Xiang Lin dengan berlari kecil. Tadi dia sempat melihat Xiang Lin bicara dengan Xiao Cheng. Jujur, Hwang Fei tidak begitu menyukai Xiang Lin, yang entah kenapa setiap melihat Xiang Lin dengan Xiao Cheng membuatnya merasa sedikit cemburu. Padahal dia sendiri tahu mereka adalah kakak beradik. (Bersambung...)

Cerpen : KERIKIL LANGIT



Awan pekat menutupi badan rembulan dan mengemasi ribuan bintang. Sunyi. Hanya suara cicak dan jam yang mendekap dinding. Pasti sudah sangat larut. Yang jelas lonceng sudah dibunyikan.
            Suara kaki kaku seorang junior menyusuri lorong asrama dan kemudian masuk di kamar salah satu seniornya.
            “Dasar kathok! Kau ini ulat bulu atau apa? Lelet sekali.” Seorang senior berbaring dengan segelas vodka di tangan kanan sedangkan jari kirinya mengapit rokok yang tinggal separuh.
            Junior itu tidak menjawab. Dan dengan wajah yang berantakan dia duduk lesehan disamping tempat tidur.
            “Dari atas ke bawah! Jangan berenti sebelum aku tertidur.” Dia meletakkan gelas yang isinya tinggal setetes, dan kemudian membalikkan tubuhnya.
            15 menit
            30 menit
            45 menit
            55 menit
            Sang senior masih belum tidur dan tetap dengan rokok menempel diantara jari tengah dan telunjuknya, tapi sekarang rokoknya masih utuh. Mungkin ini sudah kali kedua.
            “Aduh…!” Senior mengerang keras membuat junior yang terkantuk-kantuk itu tersentak kaget.
            “Hey!” Dia menghentakkan kakinya ke dada junior yang tengah memijit kakinya, membuat junior itu terpental.
            “Jangan cuma mijit aja. Perhatikan juga nyamuk yang menempel di kulitku! Ah… tidak berguna. Sudah untung kau tidak aku suruh menelan kotoranku.” Senior itu ganti posisi berbaring.
            Junior kathok itu bangkit. Dia mencari-cari sesuatu, dan kembali duduk di samping tempat tidur. Kali ini dia memijit seniornya sambil sesekali mengipasi badan gagah itu dengan sebuah buku yang kira-kira memiliki 24 halaman dengan gambar sampul angry bird. Adegan mereka kali ini mirip seorang penjual yang sedang mengipasi seonggok daging. Sambil memasang ekspresi cemas kalau-kalau para lalat mengerumuni dagingnya.
            Adegan yang berlangsung selama…
            5 menit
            30 menit
            45 menit, lebih
            Satu jam, hampir
            Behenti ketika tiba-tiba pintu kamar digedor dari luar.
            “Danpol Sandi!” Seorang nor dengan suara barito yang khas memanggil senior penghuni kamar yang sedang asyik massage. Si junior yang sedari tadi mengipas dan memijit sang senior sambil setengah tidur itu kaget dibuatnya.
            “Danpol Sandi, bukakan pintu! Kami ingin menyampaikan berita penting.” Nor itu meminta izin masuk. Tapi sekarang suaranya bukan barito lagi. Rupanya yang menggedor pintu tadi lebih dari satu orang.
            Junior tampak khawatir, dia mengedarkan pandangannya. Asbak dengan 4 puntung rokok diatas meja yang disandingkan dengan satu botol vodka, yang tinggal botol. Lalu dia melihat kearah Danpol Sandi yang memutar-mutar batang rokok kelimanya yang masih utuh, kemudian menghisapnya hingga asap berbentuk seperti donat keluar dari mulutnya. Wajahnya yang tetap relax tidak mengisyaratkan apapun.
            “Danpol Sandi!” Kini gedoran mereka makin keras, karena tak ada jawaban dari dalam.
            “Aku bisa mendengar suara kalian dari balik pintu. Katakana saja di sana. Aku sedang sibuk menghukum Wantok.” Jawabannya sangat tenang tanpa menunjukkan tanda-tanda bahwa dia sedang mabuk.
            “Kami ingin melaporkan kalau junior yang tadi berusaha kabur, ditemukan mati di kolam renang.” Senior bersuara barito menyampaikan dengan tegas.
            “Mati lagi?”
            “Diduga dia mati bunuh diri, Dan.”
            “Hmm… Baiklah, nanti aku turun.”
            Derap langkah yang berderu keras lama kelamaan terdengar lemah dan menghilang. Hening kembali.
            “Ah… Kalau begini sekolah kita bisa setiap hari masuk TV.” Danpol Sandi bicara sambil terkekeh. Wantok yang menjadi pendengar satu-satunya hanya bisa menunduk sendu.
            “Kemarin ada yang kesurupan, hari ini ada yang mati, besok? Hehe, besok pasti ada yang gentayangan.” Danpol Sandi menghisap rokoknya lagi. Sedangkan Wantok tetap tertunduk.
            “Hey, kau bisu ya?” Danpol Sandi menggoyang-goyangkan kaki. Karena di kakinya ada tangan Wantok. Ternyata tangan wantok sudah dua kali pulang pergi menyusuri seluruh tubuh seniornya itu.
            “Jangan membuatku bicara sendiri! Setidaknya berilah respon. Secukupnya saja.” Wantok lama terhening. Lalu dia bergumam lirih.
            “Dua teman saya mati dengan sepele. Mereka tidak sempat merengkuh cita-cita mereka.” Wajahnya semakin sendu.
            “Jangan cengeng!” Danpol Sandi geregetan. Dia duduk kemudian melayangkan tangannya ke kepala Wantok. Plakk…
            “Kalian saja yang bodoh! Ini hukum rimba, le. Kalau sudah tahu harusnya jangan sekolah di sini. Nggak kasian sama bapak mbokmu.” Dia menyandarkan punggungnya pada dua bantal yang ditumpuk. Jari kanannya disenggolkan pada ujung rokok sehingga abunya bertebaran ke lantai.
            “Kau boleh saja bangga jadi orang desa. Tapi jangan bawa mental tempemu ke kota.” Dia mengambil botol vodka dan hendak menuangkannya ke gelas. Tapi meletakkannya kembali setelah tahu botol itu kosong.
            “Kau lihat perwira-perwira kita itu?” Danpol Sandi menunjuk, tapi entah kearah mana dia menunjuk.
            “Mereka punya mobil. Ke asrama mobilnya gonta-ganti. Hari ini putih, besok hitam, besoknya lagi merah, kuning, hijau.” Danpol Sandi kembali terkekeh dengan ucapannya sendiri.
            “Dulunya mereka ya seperti ini. Seperti kita. Dihajar sama senior, dihukum sama perwira. Malah lebih parah.”
            “Ada juga yang anak petani macam kamu. Ah, tapi tetap beda. Mereka petani kota, lha kamu petani desa.”
            “Petani ya petani, Dan. Sama-sama menanam padi. Beras hasil panennya juga nggak dikasih stempel ‘beras kota’ atau ‘beras desa’. Jadi ya nggak beda.” Wantok yang mulai merasa tertarik dengan perkatakan Danpolnya itu menjawab.
            Kali ini Danpol Sandi bukan terkekeh lagi. Dia membuka mulutnya lebar-lebar sambil memegangi perutnya.
“Ya yang jelas mereka nggak mati bunuh diri. Mereka hidup sukses. Kenapa hayo?” Danpol Sandi kembali bicara ketika tawanya sudah mulai reda.
“Kenapa, Dan?”
“Karena cintanya pada tanah air yang begitu tinggi. Tinggi…. Tinggi sekali.” Dia mengayun-ayunkan tangannya ke atas dengan mata terpejam.
“Hubungannya, Dan?”
“Kecintaan terhadap tanah air itu menjadi motivasi untuk mereka, untuk tetap bertahan, untuk berjuang, sehingga mereka dapat membela tanah air.” Kata-kata serius, tapi tidak diucapkan dengan ekspresi serius itu tetap saja menarik untuk Wantok. Dengan antusiasme tinggi dia menyaksikan Danpolnya itu berkhotbah.
“Kau cinta tanah air tidak?”
“Tentu saja, Dan.” Jawab Wantok bersemangat.
“Buktikan!”
“Maksudnya, Dan?”
“Kalau kau memang mencintai tanah air dan bumi pertiwi yang kau pijaki ini, maka ciumlah.”
Wantok tanpa dikomando dua kali, langsung melakukan perintah yang dikatakan oleh Danpolnya itu. Danpol Sandi hanya tertawa geli melihatnya.

Minggu, 12 Januari 2014

Dino Patti Djalal: Mengibarkan Semangat Politik Indonesia di Negeri Barat


Dilahirkan pada 10 September 1965, sosok Dino Patti Djalal adalah sosok yang sangat humble dan pekerja keras. Meskipun sang ayah adalah seorang wakil duta besar, namun beliau tidak lantas menggantungkan hidup pada ayahnya. Beliau hidup mandiri semenjak remaja. Pernah menjadi tukang cuci piring, pelatih tenis, koki restoran, penjaga tiket bioskop, towel boy di tim basket, dan asisten dosen. Segelintir pengalaman hidup mandiri yang diajarkan oleh sang ayah mengajarkan untuk disiplin, bertanggung jawab,menghargai aturan, disiplin dan kalkulatif, membuahkan kesuksesan tiada tara bagi beliau.  Selain itu, sebuah buku berjudul ‘Di Bawah Bendera Revolusi’ merupakan motivasi terbesarnya untuk terjun ke dunia politik.
Dino Patti Djalal memiliki pikiran yang terbuka, tidak pernah meremehkan hal-hal kecil, dan berkesimpulan bahwa ketekunan lebih penting dari pada bakat. Terbukti dengan banyaknya beliau menduduki kursi penting dalam setiap keikutsertaannya di bidang politik. Seperti menjadi Jubir Satgas P3TT, Kepala Departemen Politik KBRI Washington dan Direktur Amerika Utara dan Tengah Departemen Luar Negeri, Direktur Urusan Amerika Utara dan Amerika Tengah di Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, dan menjadi juru bicara Presiden ketika SBY menjabat sebagai presiden Indonesia.
Kerja keras dan ketekunan beliau adalah tauladan terbaik untuk kita semua. Meskipun beliau adalah golongan atas, beliau tidak lantas duduk bersia menikmati apa yang ada. Beliau memulai segalanya dengan kerja keras. Pernah merasakan bagaimana rasanya di bawah, membuat beliau peduli dan selalu mengakrabi golongan bawah. Satu kalimat mengena dari Dino Patti Djalal yang ditujukan kepada ketiga anak beliau “ Anda boleh saja merasa diri unik, nyentrik, dan hebat, namun tanpa suatu prestasi Anda tidak akan dianggap orang.” Kisah beliau tersebut termuat dalam buku ‘Life Stories: Resep Sukses dan Etos Hidup Diaspora Indonesia di Negeri Orang.’