ANNYEONG HASSEO, WELLCOME to ELDA's World

Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Minggu, 11 Maret 2012

SENI DAN BUDAYA INDONESIA RAPUH?


PUDARNYA PESONA SENI BUDAYA BANGSA

moto:

Perjalanan seribu batu bermula dari satu langkah.

Bekerjalah bagaikan tak butuh uang. Mencintailah bagaikan tak pernah disakiti. Menarilah bagaikan tak seorang pun sedang menonton.


 PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Seni budaya dapat dikatakan sebagai jiwa sebuah bangsa. Bangsa-bangsa yang kemudian kita kenal sebagai bangsa besar adalah bangsa-bangsa yang besar pula seni budayanya. Sebagai Negara yang memiliki ragam seni dan kebudayaan,  Kesenian dan acara-acara budaya masih dilaksanakan sebatas ‘dalam rangka’. Ini jauh berbeda dengan program pembinaan dan pengembangan bidang olahraga. Perhatian pemerintah terhadap bidang yang satu ini bukan main seriusnya, dengan dukungan dana yang tidak main-main.
Perhatian besar terhadap olahraga tentu tidak lepas dari bagusnya manajemen organisasi dan pengelolaan kegiatan olahraga oleh induk-induk organisasi setiap cabang olahraga. Namun, kenyataan bahwa bidang seni budaya belum mendapat perhatian sebesar perhatian pemerintah terhadap olahraga, menyisakan sebuah ironi.  
ditambah lagi Klaim budaya yang dilakukan oleh Malaysia melalui Iklan Pariwisata dalam promosi Program Discovery Channel membuat rakyat Indonesia geram. Dalam tayangan tersebut telah kita temukan Tari Pandet yang merupakan bagian dari salah satu budaya yang berasal dari Bali. Reaksi keras bermunculan di berbagai penjuru Indonesia, aksi demo dilakukan di depan Istana Merdeka, di Kedutaan Besar Malaysia, dan di depan Departemen Luar Negeri serta di tempat-tempat lainnya.. Konflik dua negara ini terjadi kembali setelah kasus Ambalat, Batik, Reog Ponorogo, Lagu Rasa Sayange, yang diklaim negara Jiran beberapa tahun terakhir ini. Aksi protes, marah-marah dengan segala bentuk reaksi yang mereka lakukan merupakan luapan emosi kepedulian warisan budaya leluhurnya. Klaim budaya yang dilakukan Malaysia telah membuat rasa sentimen-sentimen bangsa Indonesia terlahir kembali untuk memperjuangkan dan mempedulikan hasil kreasi anak bangsanya. Semoga tidak hanya sekedar sikap sesaat namun juga seterusnya.Bila masyarakat bersungguh-sungguh memajukan seni budaya Indonesia, maka bukan suatu hal yang mustahil seni budaya indonesia dapat diakui dan bersaing dengan seni budaya luar lainnya .
B. Rumusan Masalah
budaya Indonesia yang semakin tergeser karena berbagai pengaruh. globalisasi menimbulkan berbagai masalah terhadap eksistensi kebudayaan daerah, salah satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri suatu bangsa, erosi nilai-nilai budaya, terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang menjadi budaya massa. dan pemerintah yang kurang peka terhadap seni dan budaya Indonesia.

C. Tujuan  
1. Untuk mengetahui penyebab dan pengaruh pudarnya seni dan budaya indonesia
2. Untuk meningkatkan kesadaran   untuk menjunjung tinggi kebudayaan bangsa sendiri karena kebudayaan merupakan jati diri bangsa.

D. Manfaat
1. Dapat manjadi sumber informasi bagi masyarakat indonesia dalam menanggulangi penyebab pudarnya pesona seni budaya indonesia.
2. Dapat membantu mengurangi resiko pudarnya pesona seni budaya indonesia.
3. Dapat manjadi sumber informasi dalam memajukan seni budaya indonesia.
 
METODE PENELITIAN


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan studi kepustakaan . Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel yang data-datanya sudah ada tanpa proses manipulasi (data masa lalu dan sekarang).
Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai apa adanya.   Penelitian ini juga   disebut noneksperimen. Karena pada penelitian ini tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian Studi kepustakaan adalah studi yang memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian tanpa melakukan riset lapangan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mengkaji literatur, buku, web site, artikel atau esai yang relevan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian.
Metode wawancara dilakukan kepada siswa siswi SMA Negeri 1 Panggul. Melalui metode ini, diharapkan narasumber dapat memberikan pernyataan yang relevan sehingga membantu penyusunan makalah ini.

PEMBAHASAN

A. Pudarnya Seni Budaya Indonesia
 Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam masyarakat. namun karena arus globalisasi,  laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi yang pesat dan telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Misalnya saja kesenian tradisional wayang orang Bharata, yang terdapat di Gedung Wayang Orang Bharata Jakarta kini tampak sepi seolah-olah tak ada pengunjungnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan merupakan salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut saya. Contoh lainnya adalah kesenian Ludruk yang sampai pada tahun 1980-an masih berjaya di Jawa Timur sekarang ini tengah mengalami “mati suri”. Wayang orang dan ludruk merupakan contoh kecil dari mulai terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi. Bisa jadi fenomena demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional, melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat di Indonesia. Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Di Tapanuli (Sumatera Utara) misalnya, duapuluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang berminat untuk belajar tari tor-tor dan tagading (alat musik batak). Hampir setiap minggu dan dalam acara ritual kehidupan, remaja di sana selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang meriah. Saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di televisi dan Taman Mini Indonesi Indah (TMII). Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya.
Peran kebijaksanaan pemerintah yang lebih mengarah kepada pertimbangan-pertimbangan ekonomi daripada cultural atau budaya dapat dikatakan merugikan suatu perkembangan kebudayaan. Jennifer Lindsay (1995) dalam bukunya yang berjudul ‘Cultural Policy And The Performing Arts In South-East Asia’, mengungkapkan kebijakan kultural di Asia Tenggara saat ini secara efektif mengubah dan merusak seni-seni pertunjukan tradisional, baik melalui campur tangan, penanganan yang berlebihan, kebijakan-kebijakan tanpa arah, dan tidak ada perhatian yang diberikan pemerintah kepada kebijakan kultural atau konteks kultural. Dalam pengamatan yang lebih sempit dapat kita melihat tingkah laku aparat pemerintah dalam menangani perkembangan kesenian rakyat, di mana banyaknya campur tangan dalam menentukan objek dan berusaha merubah agar sesuai dengan tuntutan pembangunan. Dalam kondisi seperti ini arti dari kesenian rakyat itu sendiri menjadi hambar dan tidak ada rasa seninya lagi. Melihat kecenderungan tersebut, aparat pemerintah telah menjadikan para seniman dipandang sebagai objek pembangunan dan diminta untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan simbol-simbol pembangunan. Hal ini tentu saja mengabaikan masalah pemeliharaan dan pengembangan kesenian secara murni, dalam arti benar-benar didukung oleh nilai seni yang mendalam dan bukan sekedar hanya dijadikan model saja dalam pembangunan. Dengan demikian, kesenian rakyat semakin lama tidak dapat mempunyai ruang yang cukup memadai untuk perkembangan secara alami atau natural, karena itu, secara tidak langsung kesenian rakyat akhirnya menjadi sangat tergantung oleh model-model pembangunan yang cenderung lebih modern dan rasional. Sebagai contoh dari permasalahan ini dapat kita lihat, misalnya kesenian asli daerah Betawi yaitu, tari cokek, tari lenong, dan sebagainya sudah diatur dan disesuaikan oleh aparat pemerintah untuk memenuhi tuntutan dan tujuan kebijakan-kebijakan politik pemerintah. Aparat pemerintah di sini turut mengatur secara normatif, sehingga kesenian Betawi tersebut tidak lagi terlihat keasliannya dan cenderung dapat membosankan. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak dikehendaki terhadap keaslian dan perkembangan yang murni bagi kesenian rakyat tersebut, maka pemerintah perlu mengembalikan fungsi pemerintah sebagai pelindung dan pengayom kesenian-kesenian tradisional tanpa harus turut campur dalam proses estetikanya. Memang diakui bahwa kesenian rakyat saat ini membutuhkan dana dan bantuan pemerintah sehingga sulit untuk menghindari keterlibatan pemerintah dan bagi para seniman rakyat ini merupakan sesuatu yang sulit pula membuat keputusan sendiri untuk sesuai dengan keaslian (oroginalitas) yang diinginkan para seniman rakyat tersebut. Oleh karena itu pemerintah harus ‘melakoni’ dengan benar-benar peranannya sebagai pengayom yang melindungi keaslian dan perkembangan secara estetis kesenian rakyat tersebut tanpa harus merubah dan menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan politik.
Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian dan budaya tradisional mati begitu saja dengan merebaknya globalisasi. Di sisi lain, ada beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami perubahan fungsi. Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan mentransformasikan diri dengan teknologi komunikasi yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat, misalnya saja kesenian tradisional “Ketoprak” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok Srimulat. Kenyataan di atas menunjukkan kesenian ketoprak sesungguhnya memiliki penggemar tersendiri, terutama ketoprak yang disajikan dalam bentuk siaran televisi, bukan ketoprak panggung. Dari segi bentuk pementasan atau penyajian, ketoprak termasuk kesenian tradisional yang telah terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Selain ketoprak masih ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu wayang kulit. Beberapa dalang wayang kulit terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan Ki Anom Suroto tetap diminati masyarakat, baik itu kaset rekaman pementasannya, maupun pertunjukan secara langsung. Keberanian stasiun televisi Indosiar yang sejak beberapa tahun lalu menayangkan wayang kulit setiap malam minggu cukup sebagai bukti akan besarnya minat masyarakat terhadap salah satu khasanah kebudayaan nasional kita. Bahkan Museum Nasional pun tetap mempertahankan eksistensi dari kesenian tradisonal seperti wayang kulit dengan mengadakan pagelaran wayang kulit tiap beberapa bulan sekali dan pagelaran musik gamelan tiap satu minggu atau satu bulan sekali yang diadakan di aula Kertarajasa, Museum Nasional.   
 PENUTUP

A. Kesimpulan
globalisasi disatu sisi ternyata menimbulkan pengaruh yang negatif bagi kebudayaan bangsa Indonesia . Norma-norma yang terkandung dalam kebudayaan bangsa Indonesia perlahan-lahan mulai pudar. Radhakrishnan dalam bukunya Eastern Religion and Western Though (1924) menyatakan “untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, kesadaran akan kesatuan dunia telah menghentakkan kita, entah suka atau tidak, Timur dan Barat telah menyatu dan tidak pernah lagi terpisah. Artinya adalah bahwa antara barat dan timur tidak ada lagi perbedaan. Atau dengan kata lain kebudayaan kita dilebur dengan kebudayaan asing. Apabila timur dan barat bersatu, masihkah ada ciri khas kebudayaan kita? Ataukah kita larut dalam budaya bangsa lain tanpa meninggalkan sedikitpun sistem nilai kita? Oleh karena itu perlu dipertahanan aspek sosial budaya Indonesia sebagai identitas bangsa. Caranya adalah dengan penyaringan budaya yang masuk ke Indonesia dan pelestarian budaya bangsa. Bagi masyarakat yang mencoba mengembangkan seni tradisional menjadi bagian dari kehidupan modern, tentu akan terus berupaya memodifikasi bentuk-bentuk seni yang masih berpolakan masa lalu untuk dijadikan komoditi yang dapat dikonsumsi masyarakat modern. Karena sebenarnya seni itu indah dan mahal. Kesenian adalah kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya dan tidak dimiliki bangsa-bangsa asing. Oleh sebab itu, sebagai generasi muda  pewaris budaya bangsa, hendaknya memelihara seni budaya kita demi masa depan generasi Indonesia.
B. Saran
Upaya Perlindungan dan Pelestarian
Perbincangan terhadap kebudayaan local tidak bisa dilepaskan dari perlidungan atas hak cipta produk kekayaan Intelektual. Inventarisir dan pendokumentasian hasil karya bangsa sangat diperlukan.  Sehingga sangat diharapkan setiap daerah mendaftarkan karya budayanya di masing-masing wilayahnya, agar punya perlindungan hak cipta yang jelas, baik secara individu maupun publik.
Berkaitan dengan hal ini Juru bicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah memandang bahwa ungkapan rasa nasionalisme dapat diwujudkan dalam suatu undang-undang untuk melindungi kekayaan budaya nasional, sehingga tidak sebatas pada aksi protes dan marah-marah, seperti yang dilakukan kita akhir-akhir ini. Menurut dia, apabila ada suatu kerangka hukum nasional yang melindungi kekayaan budaya Indonesia maka akan lebih mudah dalam memberikan perlindungan terhadap kekayaan budaya. Maka dari itu Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional (PT) dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) perlu segera difinalkan, karena dengan hal itu basis pengelolaan aset nasional dapat terlindungi dengan baik. Adapun bunyi RUU tersebut ”Mewajibkan pemerintahan melakukan pendataan dan pendokumentasian”. Bentuk apresiasi lewat perspektif hukum yang harus dimplementasikan dalam negara kita.
Perlindungan ini pun diharapkan tidak hanya sebatas pada dimensi nasional melainkan juga dimensi internasional, Pemerintahan perlu secara serius melindungi eksistensi produk budaya lokal ini dengan segera mendaftarkan hasil kreasi bangsanya di lembaga internasional.Hal itu penting untuk mencegah klaim budaya oleh negara lain. Sejauh ini baru Wayang dan Keris yang diakui oleh lembaga perserikatan Bangsa-Bangsa UNESCO dan rencananya akan menyusul Batik dan Angklung.
Perlu peningkatan peran pemerintahan maupun masyarakat, karena tugas pelestarian kebudayaan berada dipundak seluruh bangsa Indonesia, dengan cara mencintai produk-produk lokal, mengurangi konsumsi barang impor, ikut aktif mendidik generasi muda, upaya legalitas terhadap hasil kreasi bangsa untuk segera dipatenkan serta membangun infrastruktur bagi pengembangan produk lokal. Selain itu pendidikan sekolah juga sangat berperan, karena dianggap jalur formal ini mampu menerapkan pengajaran kebudayaan maupun kesenian, mengingat budaya sebagai warisan bersama yang dimiliki bangsa Indonesia sehingga dibutuhkan pemahaman bersama terhadap anak didik.
Promosi dan Publikasi
Perlu strategi dan langkah nyata dalam promosi budaya agar budaya kita tidak mandek, tidak kurang audiens, tidak kehilangan identitas, tidak kecolongan dan bahkan sesuai dengan zaman global. Pomosi budaya melalui multimedia merupakan langkah efektif untuk mengenalkan kekayaan seni budaya ke dunia Internasional. Guru besar hak hak kekayan Intelektual (HKI) fakultas hukum Universitas Indonesia Agus Sarjono menyatakan hal tersebut. Selain itu sanggar kesenian harus diaktifkan kembali, tidak hanya di saat memperingati hari-hari nasional atau hari-hari besar saja kita mengadakannya, semisal festival gelar budaya seperti yang dilakukan kota Solo selama dua tahun terakhir ini (2008-2009)  di gelar Solo Batik Carnaval. Publikasi lewat buku juga perlu, namun sampai saat ini publikasi lewat media buku yang punya nilai tinggi masih jarang ditemukan, yang ada malah sebaliknya kita terjebak oleh pengetahuan asing, mereka yang bukan negara kita telah mampu menghasilkan publikasi karya seni dan budaya melalui pengetahuan mereka, banyak buku-buku yang diterbitkan bahkan menjadi referensi kita. ”upaya dokumentasi, penerbitan buku seni  budaya  di dalam berbagai bahasa harus kita lakukan dengan optimal, agar bisa didistribusikan ke berbagai negara.
Kesadaran
Klaim budaya yang dilakukan Malaysia membuat kita terbangun dari tidur dan kemudian menyadari betapa kita memiliki keberagaman budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. Kejadian ini bisa dijadikan sebagai bahan refleksi untuk kita semua agar kita punya apresiasi lebih untuk mengembangkan warisan budaya yang merupakan bagian dari asset nasional.
Tindakan Malaysia ini pun perlu dijadikan sebagai peringatan kepada kita agar tidak berpaling dengan budaya global yang selama ini telah mengesampingkan budaya tradisional, bahkan telah menghilangkan jati diri bangsa. Kita yang selama ini kurang peduli dengan  budaya kita, jangan hanya berteriak di saat hampir hilang. Dalam kondisi demikian, kita perlu membangun kembali kesadaran kultural secara kolektif setelah kita terninabobokan dan terhipnotis oleh kultur global yang secara langsung maupun tidak langsung telah membuat kita terlena dan abai terhadap budaya negeri sendiri.
Membangkitkan kesadaran solidaritas nasional juga sangat diperlukan mengingat budaya dan kesenian bagian dari asset nasional yang perlu dijaga dan dilestarikan. Bahwa karya seni apapun sudah jadi milik bersama, konsep ini secara sosialis sudah menjadi refleksi diri dari konsep Hak Kekayaan Intelektual. Jadi tidak hanya dimilki oleh suatu komunitas tertentu tetapi seluruh warga negara Indonesia. Perlu adanya rasa kepedulian yang tinggi, mencintai, percaya diri, serta mengenal lebih jauh lagi terhadap budaya kita. Sebagai langkah nyata menumbuhkan rasa nasionalisme terhadap bangsa kita.