ANNYEONG HASSEO, WELLCOME to ELDA's World

Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Rabu, 06 Juni 2012

PREDIKSI SOAL PKN


3.      Manfaat Kerjasama ASEAN Bagi Bangsa Indonesia
-            Bisa membantu hubungan perdagangan.
-            membantu hubungan bilateral dan multiteral sesama anggota asean.
-            menambah devisa negara,
-            adanya expor dan impor.
-            lapangan kerja jd TKI

4.      Kekebalan diplomatik adalah hal yang tidak dapat diganggu gugat, kekebalan diplomatik yang diberikan berdasarkan Konvensi Wina 1961 dapat dikelompokkan menjadi :
a. kekebalan terhadap diri pribadi
b. Kekebalan yurisdiksional
c. Kekebalan dari kewajiban menjadi saksi.
d. kekebalan kantor perwakilan dan rumah kediaman
e. kekebalan korespondensi (berkenaan dengan kerahasiaan dokumen).
f. kekebalan dan keistimewaan di negara ketiga.
g. penanggalan kekebalan diplomatik.
h. pembebasan dari pajak dan bea cukai/bea masuk.
5.      Departemen Luar Negeri mempunyai tugas membantu presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di bidang politik dan hubungan luar negeri.
6.      Hukum internasional publik disebut juga dengan hukum . . . .
A. Antarnegara
B. Bbersifat umum
C. Perdata internasional
D. Perjanjian internasional
E. Kebiasaan intemasional
Pembahasan soal PKN Hukum Internasional merupakan sistem aturan yang digunakan untuk mengatur negara yang merdeka dan berdaulat.
Hukum Internasional disebut juga hukum internasional publik yang terdiri atas sekumpulan hukum, yang sebagian besar terdiri dari prinsip–prinsip dan aturan tingkah laku yang mengikat negara-negara dan oleh karenanya ditaati dalam hubungan antarnegara. Jawaban: A
9.      Mahkamah Internasional (International Court of Justice) Bertugas memberi keputusan atas dasar hukum internasional mengenai perselisihan internasional. Berkedudukan di Den Haag, Belanda.

10.  Berakhirnya Perjanjian Intenasional
Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum Internasional mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut ini.
    1. Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu.
    2. Masa beraku perjanjian internasional itu sudah habis.
    3. Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.
    4. Adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
    5. Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu.
    6. Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah dipenuhi.
g.      Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.
12.  Mahkamah Pidana Internasional Ad-Hoc untuk bekas jajahan Yugoslavia (The International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia/ICTY) dengan tempat kedudukan di Hague (1996) , dan Mahkamah Pidana Internasional untuk Rwanda (The International Criminal Tribunal for Rwanda/ICTR) – 1998 dengan tempat kedudukan di Arusha.
15.  Perjanjian Multilateral/bersifat terbuka
Perjanjian ini sering disebut sebagai law making treaties karena biasanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat “terbuka.”
16.  1. mempercepat pertumbuhan ekonomi, sosial, budayadi kawasan asia tenggara
2. memajukan perdamaian n stabilitas regional di asia tenggara
3. memajukan kerja sama n saling membantu untuk kepentingan bersamadalam bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi, n politik
19.  Landasan Konstitusional
Landasan konstitusional politik luar negeri Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea pertama dan Alinea keempat, serta pada batang tubuh UUD 1945 Pasal 11 dan Pasal 13.
1) Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”
2) Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945
”… dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, …”
3) UUD 1945 Pasal 11
”Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.”
4) UUD 1945 Pasal 13
Ayat 1: ”Presiden mengangkat duta dan konsul.”
Ayat 2: ”Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Ayat 3: ”Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”

Landasan yang kedua adalah landasan Idiil. Landasan Idiil dalam politik luar negeri Indonesia adalah dasar negara kita yaitu Pancasila. Wakil Presiden pertama kita, Drs. Mohammad Hatta mengatakan bahwa Pancasila merupakan salah satu faktor yang membentuk politik luar negeri Indonesia dan merupakan faktor obyektif karena Pancasila sebagai falsafah yang mengikat seluruh bangsa Indonesia. Mengapa Pancasila merupakan landasan Idiil bagi politik luar negeri Indonesia? Karena seluruh isi dari Pancasila merupakan pedoman dasar yang ideal bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara serta mencakup seluruh sendi kehidupan manusia. Maka dari itu, tidak ada satupun orang yang dapat menjalankan suatu politik negara yang menyimpang dari Pancasila.
20.  Putusan mahkamah internasional
Pada tahun 1998 indonesia-malaysia ini dibawa ke Mahkamah Internasional di Den Haag Dengan penandatangan “Special Agreement for the Submission to the International Court of Justice on the Dispute between Indonesian and Malaysia concerning the Sovereignty over Pulau Ligitan and Pulau Sipadan”.
21.  Berdirinya ASEAN dilatarbelakangi adanya persamaan diantara negara-negara Asia Tenggara.Berikut ini persamaan-persamaan berikut :
·         Persamaan letak Geografis di kawasan Asia Tenggara.
·         Persamaan budaya yakni budaya Melayu Austronesia
·         Persamaan nasib dalam sejarah yaitu sama-sama sebagai negara bekas dijajah oleh bangsa asing.
·         Persamaan kepentingan untuk menjalin hubungan dan kerja sama di bidang ekonomi,sosial dan budaya.
23.  Tujuan PBB LKS hal 29 dan Tujuan PBB
a) Memelihara perdamaian dan keamanan internasional
b) Mengembangkan hubungan persaudaraan antarbengsa
c) Menciptakan kerjasama dalam memecahkan masalah internasional
d) Menjadikan PBB sebagai pusat dalam mewujudkan tujuan bersama.
24.  Terbuka
29.  Tujuan hubungan dan kerjasama antar bangsa :
• Mamacu pertumbuhan ekonomi suatu negara
• Menumbuhkan rasa saling percaya pada suatu negara dan saling membantu dalam menciptakan perdamaian di dunia ini.
30.  Perbedaanya terletak dalam sifat hukum hubungan atau persoalan yang diaturnya (obyeknya). Cara membedakan demikian lebih tepat dari pada membedakan pelaku (subyek hukum )-nya dengan mengatakan bahwa hukum internasional publik mengatur hubungan antara negara-negara, sedangkan hukum perdata internasional antara orang perseorangan.
31.  meratifikasi perjanjian.
Ratifikasi dilakukan oleh DPR dan pemerintah. Pemerintah perlu mengajak DPR untuk mensahkan perjanjian karena DPR merupakan perwakilan rakyat dan berhak untuk mengetahui isi dan kepentingan yang diemban dalam perjanjian tersebut. Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa masalah perjanjian internasional harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Apabila perjanjian telah disahkan atau diratifikasi dengan persetujuan DPR maka perjanjian tersebut harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
32.  Istilah lain yang juga sering digunakan untuk hukum internasional ini adalah hukum bangsa-bangsa (the law of nations), hukum antar bangsa (the law among nations), dan hukum antar negara (inter-states law).
33.  Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembukaan ataupertukaran perwakilan diplomatik ( dalam arti politis) maupunkonsuler ( dalam arti non-politis) dengan negara lain adalah sebagaiberikut :
                              a.            Harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak (mutualconceat) yang akan mengadakan pembukaan atau pertukarandiplomatik maupun konsuler. Kesepakatan tersebut berdasarkan Pasal 2 Konvensi Wina 1961, dituangkan dalam bentuk :Persetujuan bersama (joint agreement) dan Komunikasi bersama(joint declaration).
                              b.            Prinsip-prinsip hukum interenasional yang beraku, yaitu setiapnegara dapat melakukan hubungan atau pertukaran perwakilandiplomatik berdasarkan atas prinsip-prinsip hubungan yangberlaku dan prinsip timbal balik (reciprositas)
34.  Liga Bangsa Bangsa (League of Nations).
35.  1. Memelihara perdamaian dan keamanan dunia.
2. Mengembangkan hubungan persahabatan antarbangsa berdasarkan asas-asas persamaan derajat, hak menentukan nasib sendiri, dan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain.
3. Mengembangkan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi, sosial, budaya, dan kemanusiaan.
4. Menyelesaikan perselisihan dengan cara damai dan mencegah timbulnya peperangan.
5. Memajukan dan menghargai hak asasi manusia serta kebebasan atau kemerdekaan fundamental tanpa membedakan warna, kulit, jenis kelamin, bahasa, dan agama.
6. Menjadikan pusat kegiatan bangsa-bangsa dalam mencapai kerja sama yang harmonis untuk mencapai tujuan PBB.
37.  LKS hal 8
39.  Perjanjian multilateral.
40.  Melindungi Negara pengirim dan warga Negara, individu atau badan hokum Negara pengirim dalam batas-batas yang diperkenankan dalam hokum internasional.




BAGIAN KE DUA

         2.         Alinea pertama dan Alinea keempat. alinea II dan IV
         3.         LKS hal 14
         8.         Sumber Hukum Formil
11.  1. Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian Internasional.
2. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian Internasional.
3. Perebutan sumber-sumber ekonomi
4. Perebutan pengaruh ekonomi
5. Adanya intervensi terhadap kedaulatan Negara lain
6. Perluasan pengaruh politik& ideologi terhadap negara lain
7. Adanya perbedaan kepentingan
8. Penghina terhadap harga diri bangsa
9. Ketidaksepahaman mengenai garis perbatas-an antar negara yang banyak yang belum tersele-saikan melalui mekanisme perundingan (bilateral dan ).
10. Peningkatan persenjataan dan eskalasi kekuatan militer baik oleh negara-negara yang ada di kawa-san ini, maupun dari luar kawasan.
11. Eskalasi aksi terorisme lintas negara, dan gerakan separatis bersenjata yang dapat mengundang kesalahpahaman antar negara bertetangga.
12.  Sumber-sumber hukum internasional menurut Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional terdiri atas :

1. Perjanjian Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa.
2. Kebiasaan Internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum.
3. Prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab.
4. Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan bagi menetapkan kaidah hukum.


                                          

Sabtu, 02 Juni 2012

SEJARAH DEMOKRASI TERPIMPIN

MASA DEMOKRASI TERPIMPIN HINGGA LAHIRNYA ORDE BARU

       I.            DEMOKRASI TERPIMPIN 
A.     TERBENTUKNYA  DEMOKRASI TERPIMPIN
Masa demokrasi terpimpin (1957-1965) dimulai dengan tumbangnya demokrasi parlementer atau demokrasi liberal yang ditandai pengunduran Ali Sastroamidjojo sebagai perdana menteri dan pada 21 februari 1957 presiden Soekarno mengeluarkan konsepsinya yang dikenal dengan “konsepsi Presiden”. Soekarno mengatakan dan memperingatkan bahwa, jangan meniru bentuk politik negara lain. Ia menolak gagasan Demokrasi Liberal karena Demokrasi tersebut merupakan system barat yang tidak berdasarkan sifat dan jiwa bangsa Indonesia sendiri. Namun   penegasan pemberlakuan demokrasi terpimpin dimulai setelah dibubarkannya badan konstituante dan dikeluarkannya dekrit presiden 5 Juli 1959.
Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh sila keempat Pancasila. Namun oleh Presiden Soekarno diartikan terpimpin mutlak oleh presiden (penguasa).Hal yang paling mendasari pembentukan demokrasi terpimpin adalah kepribadian Soekarno dan militer yang dituangkan dalam suatu konsepsi. Konsepsi tentang suatu sistem yang asli Indonesia. Namun sistem ini ditolak oleh Hatta karena dikawatirkan bahwa hal ini akan kembali pada sistem tradisional yang feodal, otokratis, dan hanya dipakai demi kepentingan raja.

Latar Belakang dikeluarkannya dekrit Presiden :
Ø  Sistem pemerintahan demokrasi liberal dengan UUD’1950 tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.
Ø  Kegagalan konstituante dalam UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat.
Ø  Terjadinya gejala separatisme di dalam negeri yang mengancam stabilitas nasional.
Ø  Konflik antar partai politik di parlemen yang mengganggu stabilitas nasional.
Ø  Banyaknya partai poltik yang berjuang untuk kepentingan golongannya.
Ø  Kondisi ekonomi yang yang semakin memburuk.
            Demi menyelamatkan negara maka presiden melakukan tindakan mengeluarkan keputusan Presiden RI No. 75/1959 sebuah dekrit yang selanjutnya dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara (stabilitas politik dan stabilitas keamanan negara). 
Isi Dekrit Presiden tersebut adalah sebagai berikut:
a)      Pembubaran konstituante
b)      Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
c)      Pembentukan MPRS dan DPAS
Reaksi Rakyat dengan adanya Dekrit Presiden:
Rakyat, Mahkamah Agung, KSAD dan seluruh anggota TNI-AD menyambut baik adanya dekrit tersebut. Kemudian DPR pada tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk melakanakan UUD 1945.
Dampak positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah menyelamatkan Negara dari krisis politik yang berkepanjangan. UUD 1945 dapat memberikan pedoman yang jelas bagi kelangsungan suatu Negara.
Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah  UUD 1945 yang seharusnya menjadi dasar hokum konstitusional hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka. Dekrit ini juga memberikan kekuasaan yang besar kepada presiden serta MPR.
Tugas Demokrasi terpimpin :
Mengembalikan keadaan politik yang tidak stabil seperti pada masa Demokrasi Liberal menjadi lebih baik dan menguntungkan rakyat. Dan harus menjadi reaksi Demokrasi Liberal yang telah dianggap gagal.
Pelaksanaan  Demokrasi Terpimpin :
a.       Kebebasan partai dibatasi
b.      Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
c.       Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
d.      Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.
Berbagai Penyimpangan dalam pelaksanaan Demokrasi terpimpin:
1. Kedudukan Presiden
Kedudukan presiden yang seharusnya berada di bawah MPR justru sebaliknya, dan ini bertentangan dengan UUD 1945.
2. Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959 yang seharusnya melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.
3. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah.
4. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
5. Pembentukan Front Nasional
6. Pembentukan Kabinet Kerja
7. Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom
8. Adanya ajaran RESOPIM
9. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
10. Pentaan Kehidupan Partai Politik
11. Arah Politik Luar Negeri
B.     PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK DEMOKRASI TERPIMPIN
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, konfigurasi politik Indonesia praktis berubah. Dengan kembalinya ke UUD 1945, kekuasaan eksekutif menjadi sangat kuat dengan titik beratnya pada Lembaga Kepresidenan.
Pada Oktober 1956, Soekarno mendesak partai-partai politik untuk menguburkan demokrasi liberalnya dan mengganti dengan Demokrasi Terpimpin. Kemudian Soekarno muncul dengan Konsepsi yang dikemukakan pada Februari 1957. Yang berisi usulan agar Kabinet melibatkan semua partai besar, termasuk Partai Komunis Indonesia (PKI). Soekarno juga mengusulkan agar dibentuk Dewan Nasional, semacam Dewan Penasihat.
Usulan Soekarno tersebut ditentang keras oleh kalangan Masyumi, Partai Sosialisasi Indonesia (PSI), dan Nahdatul Ulama (NU), tetapi mendapat dukungan dari PKI dan PNI.
Presiden Soekarno memberikan kesempatan kepada PKI dalam pemerintahan atau disebut nasakomisasi lembaga-lembaga negara seperti DPAS, DPRGR, Front Nasional, MPRS, dan MA. PKI sangat lihai dalam memanfaatkan lembaga-lembaga negara dan orang yang berusaha menghalangi tuntutannya akan diserang. Kedekatan Presiden dengan PKI benar-benar dimanfaatkan oleh PKI. Mereka berusaha terlibat dalam segala keputusan Presiden dan berusaha menguasainya. Contohnya : PKI mendesak Presiden agar Pancasila sebagai alat pemersatu diganti atau disingkirkan. Karena tidak setuju para wartawan membentuk BPS ( badan pendukung Soekarnoisme), namun badan ini pada akhirnya dibubarkan Presiden atas desakan PKI. Demikian pula TNI-AD yang sulit dipengaruhi PKI digemparkan dengan isu adanya “Dewan Jendral”. PNI sebagai partai terbesar dipecah belah oleh PKI menjadi dua, yaitu PNI asli dan PNI Osa-Usep karena PKI berhasil menyusup kedalam PNI. Di bidang kebudayaan PKI berhasil mendirikan LEKRA ( Lembaga Kesenian Rakyat). Kemudian sekelompok budayawan mendirikan MANIKEBU ( Manifes Kebudayaan ), namun atas desakan PKI Manikebu organisasi ini dibubarkan oleh Pemerintah.
Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi parlementer. Adapun karakteristik yang utama dari perpolitikan pada era Demokrasi Terpimpin adalah:
  1. Mengaburnya sistem kepartaian. Kehadiran partai-partai politik hanyalah elemen penopang dari tarik tambang antara Presiden soekarno, angkatan darat, dan PKI.
  2. Dengan terbentuknya DPR-GR, peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi sedemikian lemah, dan proses oleh presiden.
  3. Basic human rights menjadi sangat lemah. Soekarno dengan mudah menyingkirkan lawan  politik yang menyimpang dari kebijaksanaannya.
  4. Masa Demokrasi terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti-kebebasan pers.  
  5. Sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah Pusat dengan pemerintah Daerah
Beberapa system politik pada masa Demokrasi Terpimpin yang diterapkan di Indonesia:
a.      Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo 
Nefo (New Emerging Forces)  merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner termasuk Indonesia dan Negara komunis pada umumnya yang anti imperialism dan kolonialisme. Dan membuat ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke negara-negara komunis.
Oldefo (Old Established Forces) yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim).
b.      Politik Konfrontasi Malaysia
Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo. Kemudian Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut:
A.     Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
B.     Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris.
Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.
c.       Politik Mercusuar
Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Dengan menyelenggarakan proyek-proyek yang  dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan.
d.      Politik Gerakan Non-Blok
Gerakan Non blok merupakan wadah negara-negara yang tidak memasuki blok Barat ataupun blok Timur. Gerakan Non blok tidak diartikan sebagai netralisme, tetapi aktif sebagai subjek yang ikut berperan dalam menghadapi peristiwa-peristiwa internasional. Negara-negara Non blok tidak ingin dijadikan obyek kepentingan dua raksasa dunia dalam pergolakan politik internasional. Negara-negara ini pun tidak mau diombang-ambingkan dua ideologi raksasa yang sedang berlomba berebut pengaruh.
Presiden Soekarno merupakan pemrakarsa terbentuknya GNB (gerakan non blok). Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup maju. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD1945 baik dalam skala nasional dan internasional. 
e.       Keluar Dari PBB
Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

C.     PERKEMBANGAN SISTEM EKONOMI DEMOKRASI TERPIMPIN
             Langkah yang ditempuh pemerintah untuk menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut:
1)      Membentuk Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)
Pada tahun 1963 Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno. Yang berugas menyusun rencana jangka panjang, mengawasi pembangunan dan menyiapkan hasil kerja mandataris untuk MPRS.
2. Penurunan Nilai Uang (Devaluasi)
Untuk mempertahankan inflasi dan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat,  pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya devaluasi yaitu sebagai berikut: 
ü  Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50
ü  Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 dihapuskan.
ü  Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000
             Pemotongan nilai uang tetap saja tidak membuat dampak positif bagi rakyat.
3. Kenaikan laju inflasi
Kemerosotan nilai rupiah membuat kesejahteraan rakyat dan pembangunan mengalami kegagalan. Anggaran belanja mengalami deficit yang semakin besar. Bahkan pinjaman luar negeripun tidak mampu mengatasinya. Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka inflasi. Salah satu penyebab inflasi adalah penyelenggaraan proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO dan CONEFO yang memperbesar pengeluaran pemerintah.
Kemudian pada 13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan uang senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1. Namun tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi malah menyebabkan meningkatnya angka inflasi.
4. Dikeluarkannya Deklarasi Ekonomi (Dekon)
            Kegagalan peraturan pemerintah untuk export drive, dan pembangunan yang tidak dapat terlaksana dengan baik karena sulit memperoleh modal dan tenaga kerja dari luar negeri, maka dikeluarkanlah DEKON (Deklarasi Ekonomi) pada tanggal 28 Maret 1963 yang menjadi strategi umum revolusi Indonesia. Yang bertjuan untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
Namun dengan ini kesulitan ekonomi semakin mencolok, tampak dengan adanya kenaikan harga barang mencapai 400 % pada tahun 1961-1962 yang membuat beban hidup rakyat semakin berat.  Ditambah lagi konfrontasi dengan Malaysia dan negara barat yang semakin memperparah kemerosotan ekonomi Indonesia.
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang bertujuan mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi nasional, dengan cara mengembangkan pengusaha dikalangan pribumi. Tetepi program ini tidak dapat berjalan dengan baik, karena pengusha pribumi kurang mandiri dan tidak bisa bersing dengan pengusaha non pribumi.
Dampaknya beban defisit anggaran Belanja yang semakin meningkat pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah.

Sistem Ekonomi Ali-Baba

Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina. Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada. Namun tetap saja program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab pengusaha pribumi yang kurang pengalaman sehingga tidak sanggup bersaing dalam pasar bebas.
D.     PERJUANGAN MEMBEBASKAN IRIAN BARAT

Latar Belakang Pembebasan Irian Barat

Pengembalian Irian Barat menjadi masalah penting bagi pemerintah Indonesia sejak tahun 1950, yaitu satu tahun setelah penandatanganan KMB. Salah satu isi perjanjian tersebut adalah Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.  Namun Keputusan tersebut tidak pernah ditepati oleh Belanda. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berjuang dengan segala cara untuk merebut kembali Irian Barat dari tangan Belanda.
Ada 3 bentuk perjuangan dalam rangka pembebesan Irian Barat : Diplomasi, Konfrontasi Politik dan Ekonomi serta Konfrontasi Militer.

1. Perjuangan Diplomasi: Pendekatan Diplomasi

             Perjuangan tersebut dilakukan dengan perundingan. Jalan diplomasi ini sudah dimulai sejak kabinet Natsir (1950) yang selanjutnya dijadikan program oleh setiap kabinet. Meskipun selalu mengalami kegagalan sebab Belanda masih menguasai Irian Barat bahkan secara sepihak memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Kerajaan Belanda.
Perjuangan secara diplomasi,yaitu
A.     Perundingan Bilateral Indonesia Belanda
Pada tanggal 24 Maret 1950 diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri Uni Belanda - Indonesia. Konferensi memutuskan untuk membentuk suatu komisi yang anggotanya wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk menyelidiki masalah Irian Barat. Hasil kerja Komisi ini harus dilaporkan dalam Konferensi Tingkat Menteri II di Den Haag pada bulan Desember 1950. Ternyata pembicaraan dalam tingkat ini tidak menghasilkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Berikut ini beberapa langkah diplomasi dalam penyelesaian Irian Barat:
a.       Tanggal 4 Desember 1950 diadakan konferensi Uni Indonesia Belanda. Dalam konferensi itu Indonesia mengusulkan agar Belanda menyerahkan Irian Barat secara de jure. Namun ditolak oleh Belanda.
b.      Pada bulan Desember 1951 diadakan perundingan bilateral antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini membahas pembatalan uni dan masuknya Irian Barat ke wilayah NKRI, namun gagal.
c.       Pada bulan September 1952, Indonesia mengirim nota politik tentang perundingan Indonesia Belanda mengenai Irian Barat, namun gagal
Pertemuan Bilateral Indonesia Belanda tersebut hasilnya tetap sama, yaitu Belanda enggan mengembalikan Irian Barat kepada Indonesia sesuai hasil KMB.
B.     Diplomasi dalam forum PBB    
Sejak tahun 1953 usaha melalui forum PBB dilakukan oleh Indonesia. Masalah Irian barat setiap tahun selalu diusulkan untuk dibahas dalam Sidang Umum PBB. Sampai dengan Desember 1957, usaha malalui forum PBB itu juga tidak berhasil. Sebabnya dalam pemungutan suara, pendukung Indonesia tidak mancapai 2/3 jumlah suara di Sidang Umum PBB. Indonesia secara bertrurut turut mengajukan lagi sengketa Irian Barat dalam Majelis Umum X tahun 1955, Majelis Umum XI tahun 1956, dan Majelis Umum XII tahun 1957. Tetapi hasil pemungutan suara yang diperoleh tidak dapat memperoleh 2/3 suara yang diperlukan.  Mereka menganggap masalah Irian Barat merupakan masalah intern antara Indonesia-Belanda. Negara-negara barat masih tetap mendukung posisi Belanda.
C.     Dukungan Negara Negara Asia Afrika (KAA)
Gagal melalui cara bilateral, Indonesia juga menempuh jalur diplomasi secara regional dengan mencari dukungan dari negara-negara Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika yang diadakan di Indonesia tahun 1955 dan dihadiri oleh 29 negara-negara di kawasan Asia Afrika, secara bulat mendukung upaya bangsa Indonesia untuk memperoleh kembali Irian sebagai wilayah yang sah dari RI.
Namun suara bangsa-bangsa Asia Afrika di dalam forum PBB tetap tidak dapat menarik dukungan internasional dalam sidang Majelis Umum PBB.
2. Perjuangan Konfrontasi Politik, Ekonomi dan Militer
Karena perjuangan diplomasi baik bilateral maupun dalam forum PBB belum menunjukkan hasil sehingga Indonesia meningkatkan perjuangannya dalam bentuk konfrontasi. Sejak tahun 1957 Indonesia melancarkan aksi konfrontasi dalam upaya pembebasan Irian Barat. Konfrontasi dilakukan tetapi tetap saja melanjutkan diplomasi dalam sidang-sidang PBB. Konfrontasi yang ditempuh yaitu konfrontasi politik dan ekonomi, serta konfrontasi militer. Konfrontasi militer terpaksa dilakukan setelah Belanda tidak mau berkompromi dengan Indonesia.
a)      Konfrontasi ekonomi
Konfrontasi yang pertama ditempuh adalah konfrontasi bidang ekonomi. Bentuk konfrontasi ekonomi dilakukan dengan tindakan-tindakan berikut:
1)      Nasionalisasi de javasche Bank menjadi Bank Indonesia tahun 1951.
2)      Pemerintah Indonesia melarang maskapai penerbangan Belanda (KLM) melakukan penerbangan dan pendaratan di wilayah Indonesia.
3)      Pemerintah Indonesia melarang beredarnya terbitan berbahasa Belanda.
4)      Pemogokan buruh secara total pada perusahan-perusahaan Belanda di Indonesia yang memuncak pada tanggal 2 Desember 1957.
5)      Semua perwakilan konsuler Belanda di Indonesia dihentikan mulai 5 Desember 1957 Pada saat itu juga dilakukan aksi pengambilalihan atau nasionalisasi secara sepihak terhadap perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain Netherlandsche Handel Maatscappij (NHM) menjadi Bank Dagang Negara, Bank Escompto, dan percetakan de Unie.
            Tindakan Indonesia yang mengambil alih seluruh modal dan perusahaan Belanda menimbulkan kemarahan Belanda, bahkan negara-negara Barat sangat terkejut atas tindakan Indonesia tersebut. Akibatnya hubungan Indonesia-Belanda semakin tegang, bahkan PBB tidak lagi mencantumkan masalah Irian Barat dalam agenda sidangnya sejak tahun 1958.
b)      Konfrontasi Politik
Di samping melalui konfrontasi ekonomi, pemerintah RI juga melakukan konfrontasi politik. Pada tahun 1956 secara sepihak Indonesia membatalkan hasil KMB yang dikukuhkan dalam UU No 13 tahun 1956. Kemudian untuk mengesahkan kekuasaannya atas Irian Barat, maka pada tanggal 17 Agustus 1956 pemerintah Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukotanya Soa Siu. Wilayahnya meliputi wilayah yang diduduki Belanda serta daerah Tidore, Oba, Weda, Patani, dan Wasile. Gubernurnya yang pertama adalah Zainal Abidin Syah. Selanjutnya dibentuk Partai Persatuan Cenderawasih dengan tujuan untuk dapat segera menggabungkan wilayah Irian Barat ke dalam RI.
Pada tanggal 4 Januari 1958 pemerintah membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB). Tujuannya untuk mengerahkan massa dalam upaya pembebasan Irian Barat. Ketegangan Indonesia-Belanda makin memuncak ketika Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda pada tanggal 17 Agustus 1960.
c)      Konfrontasi Militer dan Konfrontasi Total
Secara politik Irian Barat belum berhasil,untuk itu Indonesia mencari alternatif lain, yakni perjuangan dengan konfrontasi bersenjata.
1. Perjuangan Melalui Trikora
            Belanda menunjukkan keberanian dan kekuatannya dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
       a.            Membentuk Negara Boneka Papuadengan lagu dan bendera Papua.
      b.            Mendatangkan bantuan dan mengirimkan pasukan dengan kapal perangnya ke perairan Irian, antara lain kapal Karel Doorman.
       c.            memperkuat angkatan perang Belanda di Irian Barat.
 Tanggal 19 Desember 1961 melalui rapat umum di Yogyakarta, Presiden Soekarno Mencanangkan TRIKORA (Tri Komanda Rakayat), berikut isi TRIKORA :
                       1.         Gagalkan pembentukan Negara papua.
                       2.         Kibarkan Sang merah putih di Irian Barat.
                       3.         Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah air.

2.Operasi Militer dibawah Komando Mandala
Sebagai tindak lanjut program TRIKORA,Presiden Soekarno membentuk Mandala pembebasan Irian Barat. Yang dibentuk pada tanggal 2 Januari 1962 yang dipimpin oleh Mayor Jendral Suharto.Pusat dari komanda mandala berada di Ujungpandang untuk melaksanan Trikora.  Sebagai panglima komando adalah Brigjend Soeharto yang kermudian pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor Jenderal.  
            Pada tahapan persiapan dan infiltrasi telah terjadi insiden pertempuran di Laut Aru pada tanggal 15 Januari 1962.Pada waktu itu kapal RI motor terpedo boat Macan Tutul yang sedang patroli diserang oleh Belanda.Terjadilah pertempuran akan tetapi kapal RI Macan Tutul terbakar dan tenggelam. Dalam insiden ini meniggalah Komodor Yos Sudarso dan Kapten Laut Wiratno.
Dalam rangka konfrontasi, pemerintah mengadakan operasi militer. Operasi militer yang dilaksanakan antara lain Operasi Serigala (di Sorong dan Teminabuan), Operasi Naga (di Merauke), Operasi Banteng Ketaton (di Fak-Fak dan Kaimana), dan Operasi Jaya Wijaya. Operasi yang terakhir dilaksanakan adalah Operasi Wisnumurti. Operasi ini dilaksanakan saat penyerahan Irian Barat kepada RI tanggal 1 Mei 1963. Pada tanggal yang sama Komando Mandala juga secara resmi dibubarkan.
3. Rencana Bunker
Melihat pasukan Indonesia itu, Belanda mulai khawatir dan kewalahan. Dunia Internasional mangetahui dan mulai khawatir Amerika serikat mulai menekan Belanda agar mau beruding. Ellswoth Bunker, seorang diplomat AS ditunjuk sebagai penengah. Bunker selanjutnya mengusulka pokok-pokok penyalsaia masalah Irian Barat secara damai.
Bunker mengajukan usul yang dikenal dengan Rencana Bunker, yaitu :      
1)      Pemerintah Irian Barat harus diserahkan kepada Republik Indonesia.
2)      Setelah sekian tahun, rakyat Irian Barat harus diberi kesempatan untuk menentukan pendapat apakah tetap dalam negara Republik Indonesia atau memisahkan diri.
3)      Pelaksanaan penyelesaian masalah Irian Barat akan selesai dalam jangka waktu dua tahun.
4)      Guna menghindari bentrokan fisik antara pihak yang bersengketa, diadakan pemerintah peralihan di bawah pengawasan PBB selama satu tahun.
Tapi  Belanda tetap tidak ingin Irian Barat menjadi bagian dari Indonesia. Keinginan Belanda tersebut tampak jelas ketika tanpa persetujuan PBB, Belanda mendirikan negara Papua, lengkap dengan bendera dan lagu kebangsaan. 
4. Persetujuan New York [ New York Agreement ]
Isi Pokok persetujuan :
                            1.         Paling lambat 1 Oktober 1962 pemerintahan sementara PBB (UNTEA) akan menerima serah terima pemerintahan dari tangan Belanda dan sejak saat itu bendera merah putih diperbolehkan berkibar di Irian Barat
                            2.         Pada tanggal 31 Desember 11962 bendera merah putih berkibar disamping bendera PBB.
                            3.         Pemulangan anggota anggota sipil dan militer Belanda sudah harus selesai tanggal 1 Mei 1963.
                            4.         Selambat lambatnya tanggal 1 Mei 1963 pemerintah RI secara resmi menerima penyerahan pemerintahan Irian Barat dari tangan PBB.
                            5.         Indonesia harus menerima kewajiban untuk mengadakan Penentuan Pendapat rakyat di Irian Barat, paling lambat sebelum akhir tahun 1969.
Sesuai dengan perjanjian New York, pada tanggal 1 Mei 1963 berlangsung upacara serah terima Irian Barat dari UNTEA kepada pemerintah RI. Upacara berlangsung di Hollandia (Jayapura). Dalam peristiwa itu bendera PBB diturunkan dan berkibarlah merah putih yang menandai resminya Irian Barat menjadi propinsi ke 26. Nama Irian Barat diubah menjadi Irian Jaya ( sekarang Papua ).
5. Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Sebagai salah satu kewajiban pemerintah Republik Indonesia menurut persetujuan New York, adalah pemerintah RI harus mengadakan penentuan pendapat rakyat di Irian Barat paling lambat akhir tahun 1969. pepera ini untuk menentukan apakah rakyat Irian Barat memilih, ikut RI atau merdeka sendiri. Penentuan pendapat Rakyat akhirnya dilaksanakan pada tanggal 24 Maret sampai dengan 4 Agustus 1969.Mereka diberi dua opsi, yaitu : bergabung dengan RI atau merdeka sendiri.
Setelah Pepera dilaksanakan, Dewan Musyawarah Pepera mengumumkan bahwa rakyat Irian dengan suara bulat memutuskan Irian Jaya tetap merupakan bagian dari Republik Indoenesia. Hasil ini dibawa Duta Besar Ortiz Sanz untuk dilaporkan dalam sidang umum PBB ke 24 bulan Nopember 1969. Sejak saat itu secara de yure Irian Jaya sah menjadi milik RI.
E.      AKSI G30S/PKI
1. PKI Melaksanakan  Sabotase, Aksi Sepihak dan Aksi Teror
1) Tindakan Sabotase terhadap Transportrasis Umum Kereta Api oleh Serikat Buruh Kereta Api
Tindakan sabotase yang dilakukan kaum Komunis terhadap sarana-sarana penting Pemerintah mulai terlihat sejak bulan Januari 1964. Tanggal 6 Februari 1964, kasus tabrakan antara dua rangkaian Kereta Api  terjadi di Kallyasa, Sala, Jawa Tengah. Beberapa kasus lepas dan larinya gerbong-gerbong dari rangkaian lokomotifnya di Tanah Abang  tanggal 18 agustus 1964, di Bandung tanggal 31 Agustus  1964, Tasikmalaya tanggal 11 Oktober 1964. Seminggu kemudian tanggal 18 Oktober 1964 di daerah yang sama yaitu Tasikmalaya terjadi kasus kecelakaan yang menimpa 20 rangkaian gerbong KA yang mengangkut peralatan Militer.
2) Aksi-Aksi Sepihak BTI (Barisan Tani Indonesia)
Pada tanggal 23 Mei 1964, ketua CC PKI D.N Aidit serta 58 tokoh PKI termasuk didalamnya Himpunan Sarjana Indonesia (HSI) yang terpengaruh oleh PKI mengadakan gerakan Turba (Turun Kebawah). Untuk dapat mempengaruhi para petani,  PKI berpura-pura membantu mereka dengan cara melakukan kampanye  anti “Tujuh Setan Desa. PKI dengan gencar melakukan aksi massa dan aksi sepihak secara sistematis dan terencana, aksinya antara lain:
-        Aksi Massa BTI di Jawa Tengah
-        Aksi Massa BTI di Jawa Barat
-        Aksi Massa BTI di Jawa Timur
3) Aksi-aksi Teror
a)      Peristiwa Kanigaro Kediri
Tanggal 13 Januari 1965 sekitar pukul 04.30 massa anggota PKI yang di pimpin oleh Ketua Pengurus Cabang Pemuda Rakyat Daerah Kediri, Soerdjadi, mengadakan teror dengan   pemukulan dan penganiayaan terhadap para Kyai,Imam masjid, dan Pelajar Islam Indoneisa (PII)  serta merusak rumah ibadah bahkan menginjak-injak kitab suci Al-Qur’an.
b)      Aksi Massa dan Demonstrasi Anti Amerika
Awal Desember 1964 sejumlah massa pendukung PKI mengadakan demonstrasi untuk memprotes kehadiran dan kegiatan Kantor Penerangan AS, United States Information Services(USIS) di seluruh indonesia.
2. Aksi Fitnah Terhadap Pimpinan TNI-AD tahun 1965
·         Isu Dewan Jendral  
·         Isu Dokumen Gilchrist
3. Aksi Bersenjata Gerakan 30 September Pada Awal Oktober 1965
  1. Pembagian Tugas Pasukan Penculik

1)      Pasukan Pasopati
Tugas Pasukan Pasopati adalah menculik para Jendral Pimpinan TNI-AD dan membawanya ke Lubang Buaya. Pasukan Pasopati terdiri atas satu Batalyon Infanteri (minus) dari Brigare Kolonel Inf. A. Latief, satu Kompi Cakrabirawa dari Batalyon pimpinan Letkol Inf. Untung. Satu pleton dari batalyon infantri pimpinan Mayor Inf. Sukirno/kapten inf. Kontjoro, dan pleton-pleton sukwan PKI.  
a)      Pelda Djahurup  ditugasi menculik Jendral TNI A.H Nasution.
b)      Peltu Mukidjan ditugasi menculik Letjen TNI A.
c)      Parman di bawah pimpinan Serma Satar ditugasi menculik Mayjend TNI S.
d)      Serda sulaiman  ditugasi menculik Mayjend TNI Soeprapto.
e)      Serma Bungkus  ditugasi menculik Mayjend TNI Haryono MT.
f)       Serma Sarono ditugasi menculik Brigjend TNI Sutojo S.  
g)      Serda Sukardjo ditugasi menculik Brigjend TNI D.I Pandjaitan.
2)      Pasukan Bimasakti
Pasukan Bimasakti terdiri atas satu Batalyon Infanteri di pimpin oleh Mayor Inf. Bambang Supeno, dan satu batalyon Infanteri yang dipimpinn oleh Kapten Inf. Kuncoro, empat Batalyon sukwan PKI, dan satu Kompi Infanteri pimpinan Kapten Inf. Suradi berasal dari Briginf pimpinan Kol.Inf A. Latief. Pasukan ini bertugas  menguasai kota Jakarta.  
3)      Pasukan Gatotkaca
Pasukan gatotkaca terdiri atas satu batalyon pimpinan Mayor Uadara Soejono dan pasukan sukwan dan Sukawati PKI. Satuan bertugas menampung tawanan hasil penculikan dan melakukan pembunuhan serta menguburkan korban-korban hasil penculikan.
  1. Aksi Penculikan
1)      Usaha Penculikan Terhadap Jendral TNI A.H. Nasution
1 Oktober 1965 sekitar pukul 03.00 pasukan yang dipimpin Pelda Djahurub menuju ke kediaman Jendral A.H Nasution. Namun dalam peristiwa tersebut Jendral A.H. Nasution berhasil melarikan diri lewat pintu samping. Tembakan pasukan penculik diarahkan langsung ke daun pintu kamar, sehingga ketika pintu terbuka Ade Irma Suryani putri bungsunya yang berumur 5 tahun oleh pengasuhnnya dilarikan keluar. Sehingga seorang penculik melepaskan tembakan otomatis dan mengenai punggung Ade Irma Suryani.
2)      Penculikan Terhadap Letjend TNI A. Yani
Penculikan Men/Pangad Letjend TNI A. Yani terjadi pukul 03.00 tanggal 1 Oktober 1965. Pasukan penculik menuju kekediaman Letjend A.Yani dan mengetuk pintu. Putera beliau yang berumur 11 tahun,  segera membagunkan ayahnya. Mereka berkata bahwa beliau dipanggil Presiden. Tapi ketika beliau hendak mandi, salah seorang penculik menodongkan pistol dan seketika beliau memukulnya. Kemudian beliaupun ditembak dengan senjata Thompson sehingga tujuh butir peluru menembus tubuhnya . Praka Wagimin menyeret Letjend A. Yani yang berlumuran darah keluar dari kediamannya dan dimasukkan kedalam kendaraan, dan dibawa ke Lubang Buaya.
3)      Penculikan Terhadap Mayjend TNI Soeprapto
Mayjend TNI Soeprapto diculik pada Tanggal 1 Oktober 1965 pukul 03.00. Serda Sulaiman mengatakan bahwa Mayjend Soeprapto diperintahkan untuk menghadap presiden dengan segera. Oleh beliau diperintahkan untuk menunggu karena akan berganti pakaian. Para penculik melarangnya dengan kasar, bahkan mendorong serta memaksanya keluar. Beberapa orang penculik menaikkannnya dengan paksa ke dalam sebuah truk. Kemudian mereka kembali menuju ke Lubang Buaya.
4)      Penculikan Terhadap Mayjend S. Parman
Mayjend TNI S. Parman diculik Tanggal 1 Oktober 1965 pukul 03.00. pasukan penculik ini mengatakan bahwa beliau dipanggil oleh Presiden. Tapi karena tingkah laku mereka yang kasar Ibu S. Parman mulai curiga. Mayjend S. Parman keluar, dan beliau meminta kepada istrinya agar menelpon  letjend A. Yani, untuk melaporkan kejadian tersebut. Ternayata kabel telepone telah diputus. Mayjend S. Parman  dibawa ke Lubang Buaya.
5)      Penculikan Terhadap Mayjend TNI Haryono MT
Mayjend TNI Haryono MT diculik  1 Oktober 1965 pukul 03.00. Serma Bungkus memberi tahu bahwa Mayjend Haryono dipanggil oleh Presiden. Namun perlahan-lahan beliau curiga bersembunyi dikamar sebelah bersama anak-anaknya. Kemudian mereka melepaskan tembakan ke pintu yang terkunci. Pada saat hendak merebut senjata beliau ditusuk beberapa kali dengan sangkur, sehingga beliau roboh bermandikan darah. Dan kemudian diseret keluar untuk dibawa ke lubang buaya.
6)      Penculikan Terhadap Brigjend TNI Sutojo S
Brigjen TNI Sutojo diculik 1 Oktober 1965 pukul 03.00. Penculik mengatakan kepada Brigjend Sutojo, bahwa beliau di panggil presiden, kemudin para penculik membawa beliau dengan paksa keluar rumah dan membwanya ke Lubang Buaya.
7)      Penculikan Terhadap Brigjend TNI D.I Pandjaitan
Brigjend  di pimpin oleh Serda Sukardjo diculik 1 Oktober 1965 pukul 03.00. para penculik menembak kedua keponkan beliau yang saat itu sedang tidur dilantai atas. Salah  seorang diatanratanya tewas, setelah itu para penculik berteriak memanggil Brigjend D.I Panjaitan agar keluar untuk menghadap presiden. Setiba di halaman, beliau dipukul dengan popor senjata hingga jatuh. Pada saat itu juga dua orang anggota penculik yang lain menembaknya dengan senjata otomatis dan beliau gugur saat itu juga. Seorang anggota polisi  yang sedang patroli, mendatangi tempat kejadian karena mendengar suara senapan. Setibanya ditempat itu ia langsung ditangkap oleh para penculik dan ikut dibawa pula ke Lubang Buaya.
  1. Penyiksaan dan Pembunuhan
Pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 05.30 pasukan Gatotkaca dibawah pimpinan Mayor Udara Gathut Soekrisno menerima hasil penculikan dari pasukan Pasopati. Sementara itu sejak pukul 05.00 para Sukuan PKI yang diantarany terdapat para Sukwati Gerwani, menunggu datangnya kendaraan yang membawa para korban penculikan di dekat sebuah sumur tua dibasis gerakan mereka daerah Lubang Buaya. Korban penculikan terdiri atas empat orang yang matanya ditutup dengan kain merah dan tangannya diikat kebelakang, serta tiga orang lainnya dalam keadaan meninggal.
Keempat orang yang masih hidup itu disiksa hingga akhirnya mninggal. Selanjutnya sukwan-sukwan PKI melemparkan korban itu ke dalam sumur. Sumur itu ditimbun dengan sampah dan tanah yang kemudian diatasnya ditanami pohon pisang untuk menghilangkan jejak.
         3.         Kekacaubalauan Pengendalian Oleh CC PKI
Sesuai dengan petunjuk D.N. Aidit selaku pimpinan tertinggi G 30 S, setelah berakhirnya siaran warta berita RRI Jakarta pukul 07.00 pada tanggal 1 Oktober 1965 telah disiarkan pengumuman pertama tentang adanya G 30 S. Sesudah pengumuman pertamaa berhasil disiarkan, pada sekitar pukul 14.00 Letkol Inf Untung mengumumkan lewar RRI Jakarta :
  1. Dekrit No. I tentang pembentukan dewan Revolusi Indonesia;
  2. Keputusan No. I tentang susunan Dewan Revolusi Indonesia; dan
  3. Keputusan No. 2 tentang penurunan dan kenaikan pangkat.
Nama-nama yang tecantum dalam susunan Dewan Revolusi Indonesia tersebut merupakan gabungan antara nama tokoh-tokoh PKI dan nama tokoh-tokoh yang bukan pendukung PKI. Nama tokoh yang bukan pendukung PKI pada dasarnya merupakan manipulasi PKI, karena yang bersangkutan sama sekali tidak tahu menahu dan bahkan tidak menyetujui G 30 S tersebut.
Setelah Brigjend TNI soepardjo melaporkan kepada Persiden bahwa ia dan kawan-kawan telah mengambil tidakan terhadap perwira tinggi Peimpinan TNI-AD,  presiden kemudian mengeluarkan perintah yang intinya agar menghentikan gerakan dan jangan ada pertumpahan darah. Mengingat perintah tersebut tidak menguntungkan G30S, maka di putuskan untuk tidak mematuhi perintah Presiden tersebut. Situasi semakin tidak menguntungkan untuk G30S karena pasukan Kostrad dan Resimen Para Komando Angkatan Darat(RPKAD) telah bergerak untuk menguasai pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, maka mereka pun mundur ke Pondok Gede. Kemudian pada pukul 19.00 MayJend TNI Soeharto menyampaikan pidato radio, yang intinya menjelaskan bahwa 30 September (G30S) adalah kegiatan pengkhianatan terhadap Revolusi.  

PENUMPASAN G30S/PKI DAN TUNTUTAN MASSA DALAM PEMBUBARANNYA
1. TINDAKAAN KOSTRAD
    1. Operasi Penumpasan
Pada hari Jum’at tanggal 1 Oktober 1965 pagi hari, setelah memperoleh informasi terjadinya penculikan dan pembunuhan terhadap pimpinan TNI-AD , pangkostrad Mayjend TNI Soeharto segera mengumpulkan staffnya di markas Kostrad, untuk mempelajari situasi. Tampilnya Letkol Inf. Untung, seorang perwira menengah TNI-AD yang pernah berdinas dalam jajaran Kodam VII/Doponegoro dan kemudian menjadi anggota PKI, maka Pangkostrad Mayjend TNI Soeharto yakin bahwa Gerakan 30 September adalah gerakan PKI yang bertujuan menggulingkan dan merebut kekuasan dari Pemerintah RI.
Berdasarkan keyakinan itu, Pangkostrad Mayjend TNI Soeharto kemudian  menyusun rencana untuk menumpas gerakan G30S. Beliau berhasil  menyadarkan pasukan-pasukan G30S dan juga berhasil merebut RRI Jakarta dan Kantor Besar Telkom oleh pasukan RPKAD dibawah pimpinan Kolonel Inf. Sarwo Edhie Wibowo. Setelah itu Mayjen TNI Soeharto menyampaikan pidato radio, neliau menjelaskan bahwa G 30 S telah melakukan penculikan terhadap beberapa Perwira Tinggi TNI-AD, sedangkan Presiden dan Menko Hankam/Kasab Jendral TNI A.H. Nasution dalam keadaan aman. Situasi Ibu Kota Negara telah dikuasai kembali dan telah dipersiapkan langkah-langkah untuk menumpas G 30 S tersebut.  
    1. Ditemukannya Tempat Penguburan Para Korban Penculikan di Lubang Buaya
Sukitman (polisi yang ditangkap pasukan penculik pada saat dilakukannya penculikan terhadap Brigjen TNI D.I. Panjaitan, yang berhasil melarikan diri) melaporkan kepada pasukan keamanan bahwa ia menyaksikan sendiri penyiksaan dan membunuhan yang dilakukan terhadap korban penculikan. Atas bantuan Sukitman tanggal 3 Oktober 1965 ditemukanlah sumur tua di sebuah perkebunan karet di daerah lubang buaya yang ditimbun tanah dan sampah tempat penguburan jenazah. Penggalian dilakukan oleh anggota kesatuan Intai para Ampibi (KIPAM) dari KKU AD ( Marinir) bersama-sama anggota RPKAD.  Dalam sumur tua tersebut ditemukan jenazah semua korban penculikan yang berjumlah tujuh orang, Letjen TNI Ahmad yani, Mayjen TNI Soeprapto, Mayjen TNI S. Parman, mayjen TNI Haryono M. T, Brigjen TNI D. I Panjaitan, Brigjen TNI Soetojo S, serta Lettu Czi Pierre Andreas Teendean. Dengan telah ditemukannya seluruh korban penculikan dalam keadaan meninggal, Soeharto kemudian menyiarkan pidato tentang ditemukannya jenazah-jenazah tersebut. Ketujuh jenazah tersebut dikubur dalam sebuah sumur tua di ddaerah Lubang Buaya, tempat pelatihan sukwan-sukwati pemuda Rakyat dan Gerwani.  
Para korban pembunuhan G 30 S kemudian disemayamkan diaula markas Besar TNI AD jakarta. Tanggal 5 Oktober 1965 dalam upacara kebesaran militer jenazah para putra terbaik bangsa dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jendral TNI A.H Nasution bertindak sebagai inspektur upacara. Dalamnya, Menko Hankam/Kasab penuh kesedihan menyatakan bahwa hari angkatan bersenjata tanggal 5 Oktober adalah hari yang selalu gemilang, tetapi pada hari itu telah dihinakan oleh pengkhianatan dan penganiayaan para perwira tinggi TNI AD.
2. TUNTUTAN MASSA DALAM PEMBUBARAN PKI
1. Reaksi Partai Politik dan organisasi Massa
Setelah mendengar siaran langsung pidato Soeharto tentang ditemukannya para korban penculikan pada tanggal 4 Oktober 1965 dan siaran upacara pemakaman para pahlawan Revolusi tanggal 5 Oktober 1965, keluarlah pernyataan-pernyataan dari ormas sebagai berikut:
  1. Mengucap syukur atas terhindarnya presiden Soekarno dari bahaya;
  2. Tetap berdiri penuh di belakang presiden/Pangti ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno;
  3. Mengutuk pemberontakan dan pengkhianatan G 30 S
2. Tindakan Spontan Massa terhadap PKI
Pada tanggal 8 Oktober 1965 mulai terjadi aksi-aksi massa menyerbu gedung-gedung kantor PKI serta ormas-ormasnya. Aksi-aksi massa tersebut terjadi diberbagai daerah dan tempat-tempat dimana terdapat basis-basis kekuatan PKI disitu terjadi suasana tegang dan konflik fisik. Di taman Suropati Jakarta, partai politik dan berbagai organisasi massa  mendesak Presiden untuk membubarkan PKI beserta ormas pendukungnya, membersihkan kabinet, DPR-GR, MPRS, serta lembaga-lembaga  negara lainnya dari unsur-unsur G 30 S/PKI. 2 Oktober 1965 berbagai partai politik yaitu NU, IPKI, Partai Katolik, Parkindo, PSII, unsur-unsur perti, dan unsur-unsur PNI, serta ormas-ormas anti komunis seperti Muhamadiyah, SOSKI, dan lain-lain membentuk dan begabung menjadi fron Pancasila. Para Mahasiswa membentuk Gerakan Mahasiswa yang terpadu dengan nama “ Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia” (KAMI). Sejak saat itulah terbentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia yang kemudian diikuti oleh munculnya berbagai kesatuan aksi lainnya. Kesatuan-kesatuan aksi ini tergabung dalam Badan Koordinasi Kesatuan Aksi.
3. Tri Tuntutan Rakyat (Tritura)
Meski demonstrasi pembubaran PKI telah bertambah luas, namun Presiden Soekarno tak kunjung memberikkan penyelesaian politik yang adil terhadap pemberontakan G-30-S/PKI.  Situasi semakin buruk dengan munculnya rasa tidak puas terhadap keadaan ekonomi negara. Dalam keadaan tersebut akhirnya tercetuslah  Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang dipelopori oleh KAMI dam KAPI.
Isi Tritura adalah sebagai berikut:
  1. Pembubaran PKI;
  2. Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI; dan
  3. Penurunan harga dan perbaikan ekonomi.
3. KOMANDO PEMULIHAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN
Mayjend Soeharto diangkat oleh Presiden sebagai panglima operasi pemulihan keamanan dan ketertiban serta pembentukan komando operasi pemulihan keamanan dan ketertiban (Kopkamtib) kemudian diatur dengan Kepres/Pangti ABRI/Koti Nomor 142/Koti/1965 tanggal 1 November 1965,  Nomor 162/Koti/1965/tgl 12 November 1965 dan Nomor 179/Koti/1965 tanggal 6 Desember 1965. Tugas pokok Kopkamtib adalah memulihkan keamanan dan ketertiban dari akibat-akibat peristiwa Gerakan 30 September serta menegakkan kembali kewibawaan pemerintah pada umumnya dengan jalan operasi fisik,  militer dan mental.
4. SURAT PERINTAH 11 MARET
Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden mengeluarkan surat perintah “Supersemar” (Surat Perintah 11 Maret) kepada Letjen Soeharto, menteri/pangad, yang pokoknya berisi perintah kepada Letjen Soeharto untuk atas nama presiden/Pangti ABRI/peminpim besar Revolusi, mengambil segala tindakan yang dianggap perlu guna terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kesetabilam pemerintahan. Pemberian surat perintah tersebut merupakan pemberian kepercayaan dan sekaligus pemberian wewang kepada Letjend Soeharto untuk mengatasi keadaan yang waktu itu serba tidak menentu. Berdasarkan kewenangan yang bersumber pada Supersemar, dengan menimbang masih adanya kegiatan sisa-sisa G30S/PKI serta memperhatikan hasil-hasil pengadilan dan keputusan Mahkamah militer Luar Biasa terhadap tokoh-tokoh G30S/PKI, pada tanggal 12 Maret 1966 Letjend Soeharto atas nama Presiden/Pangti ABRI/Pemimpin Besar Revolusi menandatangani Surat Keputusan Prsiden/Pangti ABRI/Pemimpin Besar Revolusi/PBR. No 1/3/1966, yaitu pembubaran PKI dan organisasi-organisasi yang bernaung dan berlindung dibawahnya serta menyatakan sebagai organisasi terlarang di wilayah kekuasaan Negara RI.
Supersemar memiliki arti penting berikut:
     1.   Menjadi tonggak lahirnya Orde Baru.
     2.   Dengan Supersemar, Letjen Soeharto mengambil beberapa tindakan untuk menjamin kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi Indonesia.
     3.   Lahirnya Supersemar menjadi awal penataan kehidupan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Saat ini ada banyak kontriversi mengenai SUPERSEMAR versi asli. Karena menurut keterangan, SUPERSEMAR yang kita ketahui saat ini adalah surat perintah yang dikeluarkan oleh TNI AD. Banyak spekulasi yang mengatakan bahwa surat perintah 11 Maret yang asli disimpan oleh Soeharto.
5. PEMBUBARAN PKI
Berdasarkan wewenang yang bersumber pada Supersemar, Letjend Soeharto atas nama Presiden menetapkan pembubaran dan pelarangan PKI, termasuk semua bagian-bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai kedaerah beserta semua organisasi yang se azas/ berlindung/bernaung dibawahnya, keputusan tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden/Pangti ABRI/mandataris MPR/PBR no.1/3/1966 tanggal 12 maret 1966. Seluruh rakyat yang menjunjung tinggi landasan falsafah dan ideologi Pancasila waktu itu serentak menuntut dibubarkannya PKI. Oleh karena itu, keputusan pembubaran PKI itu disambut dengan gembira oleh seluruh rakyat Indonesia.

    II.            Lahirnya Orde Baru

Setelah dikelurkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan. Rakyat semakin memiliki kepercayaan tinggi terhadap Soeharto karena berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI. Munculnya konflik dualisme kepemimpinan nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan karena saat itu Soekarno masih berkuasa sebagai presiden sementara Soeharto menjadi pelaksana pemerintahan. Konflik ini membawa Suharto ke puncak kekuasaan sedangkan Soekarno ,ngundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Suharto.    Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri Presiden Sukarno dan mengangkat Suharto sebagai pejabat Presiden RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno. 12 Maret 1967 Jendral Suharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.

             Peristiwa Penting di Bidang Politik pada Masa Orde Baru

Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 maka dibentuk Kabinet Ampera pada tanggal 25 Juli 1966 sebagai upaya mewujudkan Tritura yang ketiga, yaitu perbaikan ekonomi. Tugas pokok Kabinet Ampera disebut Dwi Dharma yaitu menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. Program kerjanya disebut Catur Karya, yang isinya antara lain:
1. memperbaiki kehidupan rakyat terutama sandang dan pangan,
2. melaksanakan Pemilu,
3. melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional, dan
4. melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Dengan dilantiknya Jenderal Soeharto sebagai presiden yang kedua (1967-1998), Indonesia memasuki masa Orde Baru. Selama pemerintahan Orde Baru, stabilitas politik nasional dapat terjaga. Lamanya pemerintahan Presiden Soeharto disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
1. Presiden Soeharto mampu menjalin kerja sama dengan golongan militer dan cendekiawan.
2. Adanya kebijaksanaan pemerintah untuk memenangkan Golongan Karya (Golkar) dalam setiap pemilu.
3. Adanya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagai gerakan budaya yang ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila, yang kemudian dikuatkan dengan ketetapan MPR No II/MPR/1978.
Untuk mewujudkan kehidupan rakyat yang demokratis, maka diselenggarakan pemilihan umum. Pemilu pertama pada masa pemerintahan Orde Baru dilaksanakan tahun 1971, dan diikuti oleh sembilan partai politik dan satu Golongan karya. Sembilan partai peserta pemilu tahun 1971 tersebut adalah Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Murba, Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islam (PI Perti), Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Organisasi golongan karya yang dapat ikut serta dalam pemilu adalah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Sejak pemilu tahun 1971 sampai tahun 1997, kemenangan dalam pemilu selalu diraih oleh Golkar. Hal ini disebabkan Golongan Karya mendapat dukungan dari kaum cendekiawan dan ABRI. Pemerintah Orde Baru juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upayaupaya pembaruan dalam politik luar negeri:
1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota PBB. Sebelumnya pada masa Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar dari PBB sebab Malaysia diterima menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Keaktifan Indonesia dalam PBB ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri Adam Malik terpilih menjadi ketua Majelis Sidang Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.
2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
3. Normalisasi hubungan dengan Malaysia
Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan persetujuan normalisasi hubungan dengan Malaysia yang pernah putus sejak tanggal 17 September 1963. Persetujuan normalisasi ini merupakan hasil Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei sampai tanggal 1 Juni 1966.
a)      Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik, sementara Malaysia dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Tun Abdul Razak. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan yang disebut Persetujuan Bangkok (Bangkok Agreement), isinya sebagai berikut.
b)      Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
c)      Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
d)      Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
 4. Berperan dalam Pembentukan ASEAN
Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangi kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.