KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah
Tuhan seru sekalian alam, shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, yang memberikan motivasi bagi setiap pribadi muslim untuk
menjadi manusia yang berguna dan paripurna, dan salah satu cirinya adalah
kreatifitas.
Pada era globalisasi
yang modern ini, budaya luar bebas keluar masuk dan berbaur dengan kebudayaan
kita. Ada beberapa budaya modern tersebut kurang sesuai atau belum tercantum
dasar-dasarnya dalam islam shingga para ulama harus melakukan suatu prundingan
yang dinamakan ijtihad demi memperoleh keputusan akhir yang sesuai.
Makalah yang berjudul
‘Perayaan Ulang Tahun Menurut Pandangan Islam’ ini mengupas tentang ijtihad
yang dilakukan oleh para ulama, pandangan-pandangan ulama mengenai boleh dan
tidaknya ulang tahun serta bagaimana ulang tahun tersebut di mata islam.
Diharapkan makalah ini
dapat menjadi referensi dan sarana pembanding suatu ijtihad yang dilakukan para
ulama mengenai satu topic yakni boleh tidaknya peryaan ulang tahun dalam islam.
Dan semoga bermanfaat bagi para pembacanya.
Makalah ini tak lepas
dari kekurangan dan kelemahan yang ada di dalamnya, maka penulis meminta maaf
yang sebesar-besarnya. Dan saran serta kritik yang membangun dari berbagai
pihak demi penyempurnaan makalah selanjutnya sangat diharapkan.
Malang, 22
Oktober 2013
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………………………i
Daftar Isi …………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang …………………………………………………………………1
1.2 Rumusan
Masalah …………………………………………………………………1
1.3 Tujuan
Penulisan …………………………………………………………………1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah hari ulang tahun …………………………………………………………2
2.2 Ulang tahun di mata Islam …………………………………………………3
2.3 Pro dan Kontra mengenai perayaan ulang tahun …………………………………4
2.3.1 Pandangan ulama yang pro terhadap perayaan ulang tahun …………4
2.3.2 Larangan merayakan ulang tahun …………………………………6
2.4 Pendapat masyarakat …………………………………………………………7
2.2 Ulang tahun di mata Islam …………………………………………………3
2.3 Pro dan Kontra mengenai perayaan ulang tahun …………………………………4
2.3.1 Pandangan ulama yang pro terhadap perayaan ulang tahun …………4
2.3.2 Larangan merayakan ulang tahun …………………………………6
2.4 Pendapat masyarakat …………………………………………………………7
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan …………………………………………………………………9
3.2 Saran …………………………………………………………………………9
3.2 Saran …………………………………………………………………………9
DAFTAR RUJUKAN ………………………………………………………………………..10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Zaman sekarang ini merayakan ulang tahun adalah
hal yang lazim bagi kebanyakan orang, ada juga berapa diantaranya menganggap
bahwa merayakan ulang tahun adalah suatu keharusan yang dilakukan setiap
tahunnya. Bahkan sekarang ini tidak sedikit perayaan ulang tahun yang banyak
diwarnai dengan hal-hal berbau maksiat.
Namun, taukah sebenarnya asal muasal
perayaan hari ulang tahun itu? Dan apakah ulang tahun diperbolehkan? Banyak
pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas mengenai perayaan hari ulang tahun itulah maka saya tertarik
untuk mengangkat judul ‘Perayaan Ulang Tahun Menurut Pandangan
Islam’.
1.2 Rumusan
Masalah
Banyak
orang awam yang tidak mengerti tentang makna maupun asal usul perayaan ulang
tahun dan apakah ulang tahun tersebut dieperbolehkan atau tidak oleh agama
islam, sehingga pada akhirnya mereka terkesan ikut-ikutan.
1.3 Tujuan
Penulisan
Penulisan
makalah ‘Perayaan Ulang Tahun
Menurut Pandangan Islam’ ini bertujuan agar kita semakin mengetahui sejarah
perayaan ulang tahun itu sendiri dari berbagai sudut pandang dan pemikiran para
ulama melalui ijtihad mengenai masalah perayaan hari ulang tahun. Dari sini
pula dapat diketahui apa manfaat dan kerugian dari perayaan ulang tahun itu.
Dan perlu atau tidaknya umat islam merayakan ulang tahun,
karena menurut berbagai sumber menyatakan bahwa perayaan ulang tahun lahir dari
budaya Eropa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah Hari Ulang Tahun
Ulang tahun atau Milad (dalam bahasa arab) pertama kali dimulai
di Eropa. Sejarah
perayaan hari ulang tahun dimulai sudah sejak lama, sebelum munculnya agama
Kristen. Awalnya, perayaan ulang tahun dilakukan untuk mengusir roh-roh jahat.
Dalam budaya pagan , roh-roh jahat diyakini mengunjungi orang pada hari ulang
tahun mereka. Untuk melindungi orang yang berulang tahun dari pengaruh jahat,
orang-orang dikumpulkan untuk mengelilingi orang yang berulang tahun dan
berpesta. Banyak suara yang dikeluarkan dalam pesta tersebut untuk mengusir
roh-roh jahat. Teman-teman dan
keluarga diundang datang saat sesorang berulang tahun untuk memberikan do’a
serta pengharapan yang baik bagi yang berulang tahun.
Orang-orang jaman dahulu tidak
mengetahui dengan pasti hari kelahiran mereka, karena waktu itu mereka
menggunakan tanda waktu dari pergantian bulan dan musim. Sejalan dengan
peradaban manusia, diciptakanlah kalender. Kalender memudahkan manusia untuk
mengingat dan merayakan hal-hal penting setiap tahunnya, dan ulang tahun
merupakan salah satunya.
Beberapa percaya tradisi kue ulang
tahun dimulai oleh orang Yunani awal yang digunakan untuk mengambil bulan atau
kue berbentuk bulan ke kuil Artemis - Dewi Bulan. Yang lain percaya bahwa
kebiasaan kue ulang tahun dimulai di Jerman yang disebut sebagai “Geburtstagorten” di mana digunakan untuk membuat roti dalam bentuk kain
lampin bayi Yesus.
Kebiasaan lain dalam perayaan ulang
tahun adalah menyalakan dan meniup lilin. Berasal dari Yunani, pencahayaan
lilin ini digunakan untuk membuat kue yang dibawa untuk Artemis menjadi
bercahaya seperti bulan. Beberapa juga percaya dengan keyakinan agama bahwa
Tuhan tinggal di langit dan lilin-lilin menyala untuk membantu mengirim doa
kepada dewa. Orang Jerman dikatakan menempatkan lilin besar di tengah kue sebagai
lambang 'cahaya kehidupan'. Bahkan saat ini orang mengucapkan keinginan dalam
hati saat meniup lilin. Keyakinan lain adalah bahwa meniup semua lilin dalam
satu nafas membawa keberuntungan dan nasib baik. Pesta ulang tahun biasanya diadakan
supaya orang yang berulang tahun dapat meniup lilinnya.
Meskipun cara perayaan ulang tahun itu sama di sejumlah
negara, beberapa negara memiliki cara unik untuk merayakan ulang tahun
berdasarkan lingkungan, budaya, tradisi keagamaan dan keyakinan spiritual. Di
mana-mana ulang tahun adalah hari istimewa dan pesta ulang tahun
diselenggarakan untuk menikmati hari dengan bersenang-senang dengan orang yang
dicintai. Mereka yang tidak hadir di pesta, mengirim ucapan selamat mereka
dengan kartu ucapan selamat ulang tahun. Tradisi ini dimulai di Inggris sekitar
seratus tahun yang lalu. Di Indonesia, khususnya anak remaja, selain ritual
umum seperti yang disebutkan tadi, perayaan ulang tahun kadang lebih konyol
lagi. Ritual siram-siraman selalu ada, siram air putih campur kopi, dan kecap,
sampai air got.
2.2
Ulang Tahun Di Mata Islam
Perayaan ulang tahun atas kelahiran
seseorang atau suatu organisasi tertentu tidak pernah diperintahkan oleh
Rasulullah SAW. Perayaan ulang tahun tidak disinggung secara langsung dalam
dalil-dalil syar‘i. Tidak ada ayat Al-Quran atau hadits Nabawi yang
memerintahkan kita untuk merayakan ulang tahun, sebagaimana sebaliknya, juga
tidak pernah ada larangan yang bersifat langsung untuk melarangnya. Kita juga
tidak menemukan riwayat yang menceritakan bahwa setiap tanggal kelahiran
Rasulullah SAW, beliau merayakannya atau sekedar mengingat-ingatnya. Begitu
juga para shahabat, tabiin dan para ulama salafusshalih. Kita tidak pernah
dengar misalnya Imam Abu Hanifah merayakan ulang tahun lalu potong kue dan tiup
lilin. Sehingga masalah ini merupakan hasil ijtihad yang sangat erat kaitannya
dengan kondisi yang ada pada suatu tempat dan waktu. Artinya, bisa saja para
ulama untuk suatu masa dan wilayah tertentu memandang bahwa bentuk perayaan ini
lebih banyak mudharat dari manfaatnya. Namun sebaliknya, bisa saja pendapat
ulama lainnya tidak demkian, bahkan mungkin ada hal-hal positif yang bisa
diambil dengan meminimalisir dapak negatifnya.
Karena
memang tidak didapat nash yang secara sharih melarang atau membolehkannya.
Tidak terdapat dalam sunnah apalagi dalam Al-Quran. Sehingga dalam satu majelis
yang di dalamnya duduk para ulama, perbedaan sudut pandang pun bisa saja
terjadi, tergantung dari sudut pandang mana seorang melihatnya.
2.3 Pro Dan Kontra Mengenai Perayaan
Ulang Tahun
2.3.1
Pandangan Ulama yang Pro Terhadap Perayaan Ulang Tahun
Ada beberapa
ulama yang cenderung membolehkan ulang tahun. Dengan landasan dasar bahwa ulang
tahun bukanlah ibadah ritual. Sehingga selama tidak ada larangannya yang secara
langsung disebutkan di dalam nash Quran atau sunnah, hukum asalnya adalah
boleh. Sesuai dengan kaidah “al-ashlu fil asy-yaa’i al-ibahah.” Bahwa kaidah
dasar dari masalah muamalah adalah kebolehan, selama tidak ada nash yang secara
tegas melarangnya.
Adapun alasan
peniruan orang kafir, dijawab dengan argumen bahwa tidak semua yang dilakukan
oleh orang kafir haram dikerjakan. Hanya yang terkait dengan peribadatan saja
yang haram, adapun yang terkait dengan muamalah, selama tidak ada nash yang
langsung melarangnya, hukumnya tidak apa-apa bila kebetulan terjadi kesamaan.
Misalnya, kebiasaan pesta pasca panen di suatu negeri yang masih kafir. Apakah
bila ada kebiasaan yang sama di suatu negeri muslim, dianggap sebagai bentuk
peniruan? Tentu tidak, sebab hal itu dipandang sebagai ‘urf yang lazim, tidak
ada kaitannya dengan wilayah kekufuran atau kebatilan. Para ulama dari kelompok
ini cenderung menetapkan ‘illat haramnya peniruan pada orang kafir berdasarkan
titik keharamannya. Bukan semata-mata dilakukan oleh mereka. Misalnya,
kebiasaan orang kafir memberikan sesaji kepada gunung yang mau meletus, maka
hukumnya haram bagi muslimin untuk melakukannya. Adapun bila ada nash secara
langsung dari Rasulullah SAW untuk tidak meniru suatu perbuatan tertentu, maka
wajib bagi tiap muslim untuk mengikuti perintah beliau. Misalnya, larangan
Rasulullah SAW bagi umat Islam untuk mencukur jenggot dan memelihara kumis,
sebab dianggap menyerupai orang kafir. Maka larangan itu tetap berlaku, meski
pun orang kafir sendiri telah merubah kebiasaannya.
Bahkan ada
pula ulama yang berpendapat bahwa perayaan ulang tahun itu mubah bukan bid’ah
bahkan menurut ibnu hajar memberi ucapan selamat atas berbagai nikmat (termasuk
ulang tahun) adalah disyariatkan. Suatu ketika Tholhah bin Ubaidillah disisi
Rasul mengucapkan “selamat” kepada ka’b bin malik atas diterima
taubatnya karena tidak ikut perang tabuk.
Ulama
Saudi Syaikh Salman al-Oadah dalam sebuah siaran televisi, yang mengatakan
bahwa Muslim boleh merayakan ulang tahun kelahiran atau perkawinan.
"Dibolehkan untuk merayakan hari
kelahiran seseorang atau merayakan peristiwa-peristiwa yang membahagiakan
seperti ulang tahun perkawinan. Dibolehkan pula melemparkan karangan bunga ke
arah teman-teman atau kerabat, " kata Syaikh Salman dalam sebuah acara di
MBC, salah satu stasiun televisi yang populer di Arab Saudi. "Ini bukan
perayaan hari keagamaan, cuma perayaan biasa dengan teman-teman. Tak ada yang
salah dengan itu semua, " sambungnya.
Pernyataan
al-Oadah didukung oleh rektor Fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad,
Dr Saud el-Fanissan. Ia menyatakan, perayaan ulang tahun tidak jadi masalah
asalkan pelaksanaanya tidak meniru budaya Barat, misalnya dengan menyalakan
lilin dan meniupnya.
"Perayaan
semacam itu (dengan tiup lilin) tidak bisa diterima karena meniru budaya Barat.
Tapi jika perayaannya tidak disertai ritual-ritual semacam itu-tiup lilin dan
sejenisnya-boleh-boleh saja, " jelas el-Fanissan. Ia menambahkan, umat
Islam boleh membuat perayaan saat kelulusan sekolah, saat sembuh dari sakit dan
perayaan lain yang serupa. El-Fanissan juga menyatakan setuju dengan pendapat
al-Oadah untuk tidak menggunakan kata Eid (bahasa Arab yang artinya perayaan)
untuk perayaan-perayaan semacam itu. Karena dalam Islam hanya ada dua perayaan,
yaitu Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha.
Dikutip dari
Al-Qur’an surat Maryam ayat 15 ” Keselamatan baginya dihari ia dilahirkan,
ia meninggal dan ia dibangkitkan ”Ayat tersebut
menceritakan bagaimana Allah memberikan ucapan selamat atas kelahiran Nabi Yahya yang ketika itu lahir ke dunia dengan selamat.
Ucapan selamat atas kelahiran juga pernah dikatakan oleh
Nabi Isa as. kepada dirinya sendiri. Al-Qur’an menceritakannya dalam surat
Maryam :33 ”Keselamatan bagiku ketika aku lahir, meninggal dan bangkit untuk
hidup kembali. ”
Ketika memberikan
notasi pada kedua ayat ini, Ibnu Unayyah mengatakan bahwa kondisi yang paling
mengkhawatirkan (kritis) bagi seseorang adalah ketika ia baru dilahirkan,
ketika meninggal dunia dan ketika dibangkitkan di Padang Mahsyar (alam yang
menyatukan umat manusia, dari yang pertama sampai yang terakhir). Apa yang sebenarnya dikehendaki oleh kedua ayat di atas
memang masih diperdebatkan. Namun yang jelas, sebagian ulama menggunakan ayat
ini sebagai dalil untuk mengesahkan peringatan ulang tahun.
2.3.2
Larangan Merayakan Ulang Tahun
Cukup
banyak ulama tidak menyetujui perayaan ulang tahun yang diadakan tiap tahun.
Tentu mereka datang dengan dalil dan hujjah yang kuat. Di antara alasan
penolakan mereka terhadap perayaan ulang tahun adalah ulang tahun bila sampai
menjadi keharusan untuk dirayakan dianggap sebuah bid’ah. Sebab Rasulullah SAW
belum pernah memerintahkannya, bahkan meski sekedar mengisyaratkannya pun tidak
pernah. Sehingga bila seorang muslim sampai merasa bahwa perayaan hari ulang
tahun itu sebagai sebuah kewajiban, masuklah dia dalam kategori pembuat bid’ah.
Kita tahu
persis bahwa perayaan uang tahun itu diimpor begitu saja dari barat yang nota
bene bukan beragama Islam. Sedangkan sebagai muslim, sebenarnya kita punya
kedudukan yang jauh lebih tinggi. Bukan pada tempatnya sebagai bangsa muslim,
malah mengekor Barat dalam masalah tata kehidupan. Hal tersebut dikuatkan oleh
dalil yang melarang umat Islam meniru-niru perbuatan orang-orang kafir. Sebenarnya
jiwa kita ini sudah terjajah tanpa kita sadari. Buktinya, life style mereka
sampai mendarah daging di otak kita, sampai-sampai banyak di antara kita mereka
kurang sreg kalau pada hari ulang tahun anaknya tidak dirayakan. Meski hanya
sekedar dengan ucapan selamat ulang tahun.
Para ulama
memandang perayaan ulang tahun identik dengan perilaku orang-orang kafir.
Sehingga mereka mengharamkan umat Islam untuk. Selain itu, seringkali acara
ulang tahun disertai dengan banyak kemaksiatan. Seperti minuman keras, pesta
musik, joget, dansa, campur baur laki-laki dan wanita. Bahkan banyak yang
sampai meninggalkan shalat dan kewajiban lainnya. Seringkali juga pesta-pesta
itu sampai melupakan niat utama, tergantikan dengan semangat ingin pamer dan
menonjolkan kekayaan. Sehingga menimbulkan sifat riya’ dan sum’ah pada
penyelenggaranya.
Ulang tahun termasuk di antara hari-hari raya jahiliah dan
tidak pernah dikenal di zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dan tatkala
penentuan hari raya adalah tauqifiah (terbatas pada dalil yang ada), maka
menentukan suatu hari sebagai hari raya tanpa dalil adalah perbuatan bid’ah
dalam agama dan berkata atas nama Allah tanpa ilmu. Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam pernah bersabda dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu: قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ
يَوْمَانِ تَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ, وَقَدْ أَبْدَلَكُمُ اللهُ
بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ النَّحْرِ وَيَوْمَ الْفِطْرِ “Saya
terutus kepada kalian sedang kalian (dulunya) mempunyai dua hari raya yang
kalian bermain di dalamnya pada masa jahiliyah, dan sungguh Allah telah
mengganti keduanya untuk kalian dengan yang lebih baik dari keduanya, (yaitu)
hari Nahr (idul Adh-ha) dan hari Fithr (idul Fithri)”. (HR. An-Nasa`i (3/179/5918) dan dinyatakan
shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 4460) Maka hadits ini menegaskan bahwa hari raya tahunan
yang diakui dalam Islam hanyalah hari raya idul fithri dan idul adh-ha. Kemudian, perayaan ulang tahun ini merupakan hari raya
yang dimunculkan oleh orang-orang kafir. Sementara Nabi shallallahu alaihi
wasallam telah bersabda dalam hadits Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ “Barangsiapa yang menyerupai
suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka”. (HR. Abu Daud no. 4031 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam
Ash-Shahihah (1/676) dan Al-Irwa` no. 2384) Syaikhul Islam Ibnu Taimiah -rahimahullah- berkata, “Hukum minimal yang
terkandung dalam hadits ini adalah haramnya tasyabbuh kepada mereka
(orang-orang kafir), walaupun zhahir hadits menunjukkan kafirnya orang yang
tasyabbuh kepada mereka”. Lihat Al-Iqtidha` hal. 83 Dan pada hal. 84, beliau berkata, “Dengan hadits
inilah, kebanyakan ulama berdalil akan dibencinya semua perkara yang merupakan
ciri khas orang-orang non muslim”. Karenanya
tidak boleh seorang muslim mengucapkan selamat kepada siapapun yang merayakan
hari raya yang bukan berasal dari agama Islam (seperti ultah, natalan, waisak,
dan semacamnya), karena mengucapkan selamat menunjukkan keridhaan dan
persetujuan dia terhadap hari raya jahiliah tersebut. Dan ini bertentangan
dengan syariat nahi mungkar, dimana seorang muslim wajib membenci kemaksiatan.
Ulang
tahun sama sekali tidak membawa manfaat. Ulang tahun selalu dirayakan dengan pesta dan mengundang teman-teman, lalu tiup
lilin, potong kue, bernyanyi nyanyi, memberi kado. Pola seperti ini sama sekali
tidak diajarkan di dalam agama kita dan cenderung tidak ada manfaatnya, bahkan justru
merupakan cerminan dari sebuah mentalitas bangsa terjajah yang rela mengekor
pada tradisi bangsa lain.
2.4
Pendapat Masyarakat
Banyak pendapat yang datang dari
masyarakat mengenai pandangan mereka tentang ulang tahun.
Beberapa diantaranya mengatakan bahwa
ulang tahun itu sah-sah saja dilakukan dalam islam. Asalkan merayakannya dengan
cara banyak berdoa dan merenung akan usia yang telah kita lampaui sekarang,
bersamaan dengan bertambahnya usia semakin berkurang pula jatah usia kita.
Ada yang mengatakan, asalkan kita tidak
melakukan acara tiup lilin seperti yang dilakukan orang Barat maka pesta ulang
tahun semeriah apapun tidak ada masalah.
Sedangkan yang tidak menyetujui
dirayakannya ulang tahun dalam islam, meyatakan bahwa ulang tahun hanyalah
buang-buang uang dan ulang tahun tidak seharusnya dirayakan karena sejatinya
pada saat kita berulang tahun itulah usia kita berkurang. Belum lagi jika ulang
tahun tersebut diwarnai dengan hal-hal yang tidak bermanfaat sama sekali.
Banyak pula yang menyatakan haram atau
tidaknya merayakan ulang tahun adalah tergantung pada niatnya. Jika niatnya
adalah bersyukur atas usia yang masih diberikan oleh Allah maka tidaklah haram.
Namun jika niatnya hanya ingin berpesta dan memamerkan kekayaan duniawi maka
hal tersebut adalah dilarang
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Perayaan
ulang tahun lahir dari budaya luar, dimana memiliki tujuan untuk mengusir
roh-roh jahat. Agama Kristen adalah salah satu agama yang mendukung adanya
perayaan ulang tahun. Sedangkan dalam agama islam sendiri tidak pernah
disinggung tentang perayaan ulang tahun tersebut baik oleh Rasullah SAW, ayat
Al-Quran maupun hadits.
Karena memang
tidak didapat nash yang secara sharih melarang atau membolehkannya. Maka banyak
ulama melihatnya dari berbagai sudut. Ada yang mengatakan bahwa merayakan ulang
tahun itu boleh-boleh saja menurut islam, dan ada pula ulama yang mengatakan
bahwa merayakan ulang tahun itu adalah bid’ah dan yang merayakannya termasuk
orang kafir. Kedua sudut pandang tersebut didasari dengan dalil maupun hadits
yang memperkuatsetiap pendapat.
Ada yang
mengatakan bahwa ulang tahun itu boleh-boleh saja asal tidak meniup lilin.
Karena acara tiup lilin dan memanjatkan doa sebelum meniupnya adalah adat dan
budaya dari orang Kristen dan Yahudi.
Dari ijtihad
yang dilakukan oleh para ulama, dan dari berbagai sudut pandang yang telah
diutarakan diatas masih belum dapat diambil hasil yang pasti mengenai boleh
tidaknya ulang tahun tersebut dirayakan.
3.2 Saran
Tidak
ada salahnya orang islam merayakan ulang tahunnya, asalkan dalam merayakan itu
tidak ada hal berbau maksiat maupun foya-foya di dalamnya.
Sebagai
umat islam, meskipun kita bebas memilih untuk merayakan ulang tahun atau tidak,
tapi dalam merayakan ulang tahun
hendaknya tidak berkiblat pada kebudayaan Barat. Merayakan ulang tahun juga
bisa dilakukan dengan versi islam, yaitu bukan dengan berpesta pora,
bersenang-senang dan menghabiskan uang banyak untuk menyelenggarakan pesta yang
mewah, tetapi merayakan ulang tahun dengan berbagi dan bersedekah kepada orang
yang tidak mampu apabila kita mempunyai dana lebih, jika tidak kita bisa
memperingati hari ulang tahun dengan melakukan puasa.
DAFTAR
RUJUKAN
Ahira, A. Hukum
Perayaan Ulang Tahun Dalam Islam. (Online), http://www.anneahira.com/ulang-tahun-dalam-islam.htm,
diakses pada tanggal 13 Oktober 2013 pukul 18.40 WIB
H.A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, (Jakarta: Kencana,
2007), cet 2
Islam, VOA. Perayaan
Ulang Tahun Identik dengan Tanda Seorang Muslim Telah Murtad. (Online), http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2013/01/24/22873/perayaan-ulang-tahun-identik-dengan-tanda-muslim-telah-murtad/,
diakses pada tanggal 13 Oktober 2013 pukul
18.48 WIB
Lian. Hukum Perayaan
Hari Ulang Tahun Dalam Islam. (Online), http://lianblinger.blogspot.com/2012/01/hukum-perayaan-hari-ulang-tahun-dalam.html,
diakses pada tanggal 13 Oktober 2013 pukul 19.01 WIB
Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia, (Yogyagarta:
LkiS), cet 1
Munnawwir Sadzali, Ijtihad Kemanusiaan, (Jakarta:
Paramadina, 1997), cet. 1
Yunisari. Catatanku:
Makna Ulang Tahun Menurut Kacamata Islam. (Online), http://yunisari78.blogspot.com/2013/06/makna-ulang-tahun-menurut-kacamata-islam.html,
diakses pada tanggal 13 Oktober 2013 pukul 18.57 WIB
makasih sudah sharing yah menarik banget
BalasHapusElever Media Indonesia